WFP: Krisis Pangan Dan Buruknya Pendidikan Dapat Menyuburkan Terorisme

Jakarta – Direktur Regional World Food Programme (WFP) untuk Timur Tengah Muhannad Hadi menilai krisis pangan dan buruknya pendidikan dapat menyuburkan terorisme.

Ia menyampaikan hal ini ketika ditanya soal kekhawatiran Indonesia terjerumus dalam konflik bersenjaya seperti di Timur Tengah.

“Ketika keadaannya masyarakat kekurangan pangan, tidak ada pendidikan yang bagus, itu membuat lahan subur bagi terorisme. Semua tentang terorisme itu sangat salah,” kata Hadi, Seperti dikutip Kompas.com, Selasa (23/1/2019).

Sebaliknya, menurut Hadi, terorisme hanya bisa dilawan dengan ketahanan pangan dan pendidikan yang bagus.

Dua kebutuhan inilah yang dipenuhi WFP untuk menyelamatkan rakyat Timur Tengah dari terorisme yang mereka hadapi.

“Yang bisa saya ceritakan dari 27 tahun pengalaman saya di WFP, kita tidak akan mencapai keamanan kecuali pangan kita aman. Ketika ketahanan pangan baik, masyarakat juga lebih baik,” ujar Hadi.

Baca juga : Jelang Pemilu 2019, Pemerintah Diminta Waspadai Serangan Teroris

Hadi mengatakan kondisi terparah saat ini terjadi di Yaman dan Suriah. Saat ini, setiap harinya WFP memberi bantuan pangan bagi 12 juta rakyat Yaman.

Bantuan yang disalurkan tiap bulannya mencapai 150 juta juta dollar AS. Untuk periode 2018-2019, WFP membutuhkan sekitar 4,4 miliar dollar AS untuk bantuan pangan bagi rakyat Timur Tengah.

“12 juta penduduk Yaman harus kita beri makan setiap hari, itu lebih dari populasi Jakarta, bayangkan kami (WFP) bertanggung jawab terhadap kebutuhan pangan satu kota Jakarta. Belum lagi negara lainnya yang juya berkonflik,” kata Hadi.

Seperti diketahui, kelompok pemberontak Houthi menguasai ibu kota Yaman, Sana’a pada akhir 2014 setelah mereka juga menguasai Hodeida dan pelabuhannya.

Keadaan makin parah setahun kemudian ketika Arab Saudi dan sekutu-sekutunya ikut campur dalam perang untuk mendukung Presiden Yaman Abedrabbo Mansor Hadi melawan Houthi.

Sementara di Suriah, perang saudara berkecamuk sejak 2011 dengan serangan dari kelompok oposisi yang ingin menjatuhkan Presiden Bashar al-Assad.

Kondisi diperparah dengan kemunculan teroris ISIS dan intervensi militer dari negara-negara lain.