Wawasan Kebangsaan dan Bahaya Radikalisme Harus Selalu Disampaikan Tenaga Pendidik ke Mahasiswa

Padang – Mahasiswa adalah sebuah aset bangsa yang sangat berharga, untuk itu perlu dijaga keberadaannya dari bahaya paham radikalisme dan terorisme. Disinilah peran tenaga pendidik di lingkungan Perguruan Tinggi yang harus bertanggung jawab dalam mendidik para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa agar tidak terpapar paham radikalisme.

Hal tersebut diungkapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH saat memberikan kuliah umum dengan tema “Resonansi Kebangsaan dan Bahaya radikalisme” di auditorium di Univeristas Negeri Padang (UNP), Padang, Kamis (3/5/2018). Kepala BNPT pun mengawali kuliah umum dengan wawasan kebangsaan agar mahasiswa tidak melupakan sejarah lahirnya negara ini.

“Mahasiswa merupakan ujung tombak bangsa ini dikemudian hari dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, di setiap saya memulai kuliah umum, saya selalu mulai dengan wawasan kebangsaan. Karena jika wawasan kebangsaan sudah mulai tergerus tentu akan sulit saat mengajak semua lapisan masyarakat dalam menolak paham radikal terorisme,” ujar Kepala Komjen Pol. Suhardi Alius.

Mantan Sekretaris Utama Lemhanas RI ini mengatakan, negara Indonesia ini berdiri karena idealisme dari para pemuda pada saat itu. Untuk itu wawasan kebangsaan perlu untuk selalu diingatkan dan disampaikan keseluruh tenaga pendidik dan mahasiswa yang nantinya akan menjadi sumber informasi bagi masyarakat disekitarnya.

“Identitas diri jangan sampai hilang dari bangsa ini, jangan pernah dilupakan sumpah pemuda, kita merdeka dengan modal idealisme yang kuat dan bermodalkan bambu runcing,” kata alumni Akpol tahun 1985 ini.

Menurut mantan Kabareskrim Polri ini, anak sekarang tidak bisa di doktrin wawasan kebangsaan hanya dengan pola-pola lama. Untuk itu pola pendidikan kebangsaan perlu disampaikan dengan cara-cara yang lebih inovatif. Untuk mendalami wawasan kebangsaan tidak hanya menggunakan akal dan logika, tapi juga hati.

“Termasuk dalam penanganan terorisme juga perlu mendapatakan sentuhan hati yang lembut dan ikhlas. Seperti sebuah kegiatan Silaturahmi Kebangsaan Satukan NKRI yang mempertemukan para mantan narapidana aksi terorisme dengan para penyintas beberapa waktu lalu, itu kita lakukan dengan hati,” ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.

Lebih lanjut mantan Kapolda Jawa Barat ini menyebutkan kegiatan Silaturahmi yang mendapatkan apresiasi dari kalangan internasional tersebut bisa terjadi karena menggunakan pendekatan hati, bukan intervensi. Karena sumber masalah orang-orang yang termakan oleh paham radikal sangat kompleks, mulai dari masalah pendidikan, social, agama, dan lain sebagainya.

“Oleh karena itu penanganannya juga harus secara semesta sengan melibatkan seluruh kementerian. Apalagi saat ini BNPT sudah mendapatkan arahan dari Presiden Republik Indonesia untuk mengkoordinasikan 36 Kementerian dan Lembaga terkait penanggulangan terorisme,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini dihadapan para pimpinan kampus, dosen, dan lebih dari 1000 mahasiswa UNP dari berbagai fakultas ini.

Para hadirin yang mengikuti kuliah umum tersebut terlihat antusias dengan apa yang telah disampaikan Kepala BNPT. Terbukti dengan banyaknya peserta yang ingin bertanya langsung kepada pimpinan tertinggi Lembaga Negara yang khusus menangani permasalahan terorisme tersebut.