Waspadai Jebakan Radikalisme: Pesan Mantan Anggota NI untuk Generasi Muda

Jakarta — Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Yuminah Rahmatullah, mengingatkan para pemuda agar lebih waspada
terhadap penyebaran paham radikalisme yang kian masif, terutama di
lingkungan pendidikan. Hal itu diungkapkan Yuminah dalam diskusi
publik bertajuk “Kolaborasi untuk Damai: Media, Pemuda, dan Upaya
Deradikalisasi”.

Pada kesempatan itu, Yuminah mengungkapkan pengalaman pribadinya
selama satu dekade berada dalam lingkaran kelompok radikal yang ia
sebut sebagai Negara Islam (NI).

“Kelompok ini bukan sembarang organisasi. Mereka berhaluan
Salafi-Jihadi, pernah memproklamirkan diri sebagai negara pada 7
Agustus 1999, dan memiliki jaringan luas yang masih aktif hingga
kini,” ujar Yuminah dalam forum yang digelar Rabu (18/6/2025) di
kampus UIN Syarif Hidayatullah dikutip dari laman rri.co.id.

Ia menyebutkan bahwa NI berkembang sangat cepat dan kini menyasar
generasi muda sebagai target utama perekrutan. Usia 18 hingga 25 tahun
disebut sebagai rentang usia paling rentan terhadap doktrin radikal,
terutama yang dikemas dalam narasi jihad dan pengabdian atas nama
agama.

“Pemuda pada usia produktif lebih mudah diarahkan dan dibina secara
ideologis. Mereka didoktrin, dibentuk, lalu diarahkan menjadi kader
militan. Itu yang dulu saya lihat dan alami sendiri,” ungkap Yuminah
yang kini aktif dalam program deradikalisasi.

Lebih mengkhawatirkan lagi, menurutnya, perekrutan anggota NI tidak
hanya terjadi di ruang-ruang gelap, tapi juga sudah merambah ke dalam
institusi pendidikan tinggi. Kajian-kajian keagamaan yang tidak jelas
asal-usulnya, menurut Yuminah, menjadi pintu masuk awal penyebaran
ideologi ekstrem.

“Saya tidak bisa sebutkan nama kampusnya, tapi beberapa universitas
sudah pernah teridentifikasi terpapar jaringan NI,” ucapnya.

Lebih jauh, ia juga menyampaikan bahwa jaringan NI bukanlah organisasi
radikal biasa. Banyak anggotanya yang kemudian bergabung dengan
kelompok teroris global seperti ISIS dan NIIS. Bahkan, pola perekrutan
yang mereka gunakan disebutnya menyerupai sistem multi-level marketing
(MLM), di mana setiap anggota bertugas mencari rekrutan baru secara
berantai.

Yuminah menegaskan, pencegahan radikalisme harus dimulai dari
peningkatan literasi kritis di kalangan pemuda. Ia berharap lebih
banyak mahasiswa dan akademisi terlibat dalam membangun narasi damai
untuk melindungi bangsa dari ideologi kekerasan.