Jakarta – Rekrutmen terorisme melalui media sosial masih terus
terjadi. Terbukti tiga anggota ISIS yang ditangkap Densus 88 Antiteror
Mabes Polri di Batu dan Jakarta Barat, teradikalisasi melalui media
sosial.
Pemerhati Siber Ardi Sutedja menekankan pentingnya mewaspadai
rekrutmen teroris melalui media sosial (medsos). Ia mengaku telah
melihat gejala perekrutan itu melalui media sosial sejak lama.
“Yang namanya teknologi berkembang pesat. Mereka-mereka memanfaaatkan
teknologi digital dengan mempelajari karakternya ini,” kata Ardi
dikutip dari rri.co.id, Kamis (8/8/2024).
Ardi menekankan pentingnya kemampuan sumber daya manusia untuk
mengatasi terorisme. Terutama untuk mendeteksi aktivitas radikalisme
maupun rekrutmen melalui media sosial.
“Kalau tidak paham maka tidak akan mengenal gejala-gejala perekrutan
teroris,” ujarnya. Menurutnya, untuk mendeteksi perekrutan teroris di
masyarakat dibutuhkan seorang analis yang handal.
Analis ini, kata dia, nantinya dapat melihat pola-pola komunikasi yang
ddigunakan untuk merekrut calon teroris “Mereka kerap menyebarkan
faham terorisme dan radikalisme melalui media sosial,” ucapnya.
Disamping masalah SDM, Ardy menyarankan mengembangkan teknologi
sendiri yang dapat mempercepat kemampuan deteksi. Hal ini karena
kurangnya SDM tersebut.
“Teknologi algoritma yang mendeteksi kata-kata tertentu di dalam
jaringan komunikasi. Terutama di konten,” katanya.
Sebelumnya, Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan
Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen
TNI Roedy Widodo meminta masyarakat hingga para penegak hukum
engantisipasi penyebaran paham dan perekrutan anggota teroris lewat
media sosial (medsos).
“Kelompok-kelompok tersebut cara merekrut-nya tidak lagi bertemu
langsung seperti dulu. Tetapi sudah memanfaatkan teknologi digital
atau internet dengan menggunakan media sosial seperti WhatsApp,
Telegram, dan sebagainya,” kata Roedy