Jakarta – Berkuasanya kembali Taliban di Afghanistan tidak hanya menimbulkan ekses di dalam negeri mereka, dimana ribuan pengungsi telah antre menunggu dievakuasi ke negara aman. Kondisi pasti akan menimbulkan keprihatinan dan solidaritas untuk melakukan penggalangan dana.
Densus 88 Antiteror Polri pun telah mewaspadai penggalangan dana bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Afghanistan tersebut. Pasalnya, seperti penggalangan-penggalangan dana sebelumnya yang mengatasnamakan solidaritas untuk Palestina dan Suriah, yang nyatanya banyak dimanfaatkan kelompok radikal untuk mengumpulkan pendanaan terorisme.
“Tak akan lama lagi akan ada penggalangan dana untuk pengungsi, penggalangan dana untuk humanitarian aid ke sana. Tentu sangat bagus, yang dikhawatirkan adalah siapa yang menggalang dana itu dan kemana dana itu dikirimkan,” kata Kabagbanops Densus 88 Mabes Polri Kombes Aswin Siregar dalam sebuah webinar yang digelar daring, Selasa (24/8/2021).
“Jangan sampai terjadi seperti beberapa waktu yang lalu ini, banyak penggalangan dana dilakukan oleh suborganisasi dari JI atau afiliasinya, penggalangan dana dilakukan untuk pengiriman orang ke Suriah, ke Irak,” ujarnya menambahkan.
Aswin juga mewaspadai sejumlah warga negara Indonesia yang baru dievakuasi dari Afghanistan beberapa waktu lalu. Menurutnya, tak sedikit warga Indonesia yang telah menjadi foreign terrorist fighters (FTF) atau menjadi kombatan dan mendapat pemahaman radikal sehingga berjuang penuh dengan teroris.
“Kita harus waspada, misalnya selama proses peralihan ini ada banyak orang Indonesia yang kembali ke Indonesia. Ada yang dievakuasi kemarin, ada juga yang mungkin pulang sendiri. Yang sebenarnya harus menjadi atensi bersama, siapa yang pulang ini?” ujarnya.
Diketahui, sebanyak 26 WNI dan 7 WNA dievakuasi dari Afghanistan ke Indonesia di tengah konflik antara pemerintah setempat dengan kelompok Taliban. Rombongan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Sabtu (21/8/2021) dini hari.
26 WNI tersebut terdiri dari 16 staf KBRI Kabul dan 10 WNI nonstaf KBRI. Sementara tujuh WNA yang turut dibantu pemerintah Indonesia untuk keluar dari negara tersebut terdiri dari lima warga negara Filipina dan dua warga negara Afghanistan yang merupakan suami dari WNI dan staf lokal KBRI.
“Kalau kelompok dari diplomat dan lain-lain oke, kalau yang pulang ini misalnya di sana adalah bekas kombatan ISIS, kombatan Jamaah Islamiyah yang berada di sana untuk tadi itu ya, menjadikan traning ground dan battle ground itu, itu yang harus kita waspadai,” kata Aswin