Jakarta – Akhir-akhir ini banyak bermunculan gerakan yang mengatasnamakan pembela Pancasila. Mereka bahkan terkesan mendadak pro Pancasila dan NKRI, namun dibalik itu gerakan itu mempunyai agenda lain ingin mengubah dasar negara. Ironisnya, gerakan-gerakan ini muncul di tengah pandemi Covid-19, dimana seluruh potensi bangsa dikerahkan untuk mengatasi musibah ini.
“Seluruh dunia tengah mengalami musibah non alam yang luar biasa, maka problem setiap negara berbeda dalam mengatasinya. Di Indonesia, di tengah pandemi ini aroma politik terus berlangsung, maka politisasi otomatis juga terjadi,” ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH, di Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Kondisi inilah, lanjut Syaiful, yang dimanfaatkan kelompok-kelompok yang ingin mengubah dasar negara melakukan gerakan-gerakan dengan mengatasnamakan pembela Pancasila. Ini tentu harus diwaspadai, apalagi gerakan-gerakan itu faktanya telah muncul di permukaan.
Apalagi, gerakan khilafah seperti di Timur Tengah, sudah lama masuk ke Indonesia. Bahkan sejak 2014 lalu, banyak orang Indonesia pendukung khilafah yang pergi ke Suriah dan sekarang sebagian dari mereka minta dipulangkan. Menurutnya, Indonesia sudah memiliki pengalaman dalan melakukan pencegahan dan penindakan terkait ideologi khilafah ini yang jelas ditujukan kepada umat Islam.
“Untuk ideologi khilafah kita bisa melakukan pencegahan sejak dini. Intinya negara harus hadir dan semua pihak yang berkompeten harus dilibatkan,” imbuhnya.
Tidak hanya dengan khilafah, ungkap Syaiful, Pancasila juga dibenturkan dengan komunisme bahkan kapitalisme. Saat ini gerakan itu sudah sangat mengkhawatirkan. Karena itu, negara harus hadir dan bergerak melakukan upaya pencegahan dan pemurnian Pancasila.
Ia menyarankan agar dibuat semacam narasi-narasi dimana kelompok khilafah ini kemungkinan akan menunggangi isu-isu new komunisme dan kapitalisme. Narasi itu juga harus betul-betul berisi informasi dan imbauan untuk menguatkan rasa persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Harus ada kontra narasi baru untuk memerangi propaganda khilafah. Bisa berupa narasi kebangsaan dan narasi ke-Pancasila-an. Intinya, masyarakat harus diberi kesadaran untuk berperan menggunakan kemurnian berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah perilaku Pancasila itu sendiri,” papar Syaiful.
Dengan perilaku Pancasila, katanya, maka Indonesia akan terbebas dari bahaya laten tersebut. Ia menilai laten ini tidak hanya bisa merusak bangsa dalam sklala besar, tapi bisa mengganti ideologi negara. Apalagi, ideologi laten ini menganggap mereka paling benar, sementara yang lain tidak.
“Ini mesti dibuat kontra narasi secara cerdas dengan melibatkan berbagai kaidah keilmuan dengan distimulus lagi agar bisa diterima rasional oleh masyarakat dan tidak semata-mata berupa doktrinal,” tandas Syaiful.