Waspada Fatwa Jihad Lawan Israel Bisa Memantik Radikalisme Baru

Jakarta – International Union for Moslem Scholars (IUMS) atau
Persatuan Ulama Muslim Internasional merilis fatwa jihad bersenjata
melawan Israel. Fatwa langsung mendapat tanggapan pro dan kontra.

Guru Besar Ilmu Fiqih Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Khamami
Zada, melalui keterangan tertulis, Jumat, (11/4/2025) menilai fatwa
itu berpotensi memantik gerakan radikalisme baru. Karena itu ia
mengimbau semua pihak betul-betul cermat dan mewaspadai hal-hal
negatif yang ditimbulkan dari fatwa tersebut.

“Inilah yang harus diwaspadai oleh negara-negara Muslim, seperti
Indonesia agar tidak menjadi bumerang dalam percaturan paham keagamaan
di dalam negeri sehingga balik menyerang stabilitas keamanan
nasional,” kata Khamami

Ia mengingatkan jangan sampai semangat melawan zionisme ditumpahkan
terhadap perusakan fasilitas-fasilitas asing yang bernuansa Barat dan
fasilitas negara sebagaimana peristiwa terorisme sebelumnya.

Dia berharap Presiden Prabowo Subianto mengambil kebijakan tepat
menyikapi perang di Gaza, Palestina.

“Kita berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mengambil kebijakan
yang tepat dalam merespon perang Israel-Palestina ini. Harus hati-hati
dalam mencari solusi atas penderitaan warga Palestina,” ungkap dia.

Khamami juga menyampaikan fatwa jihad lawan Israel secara politik
tidak akan mampu menggerakan dunia Islam untuk bersatu melawan Israel.
Hal ini disebabkan kepentingan ekonomi, politik dan ideologi yang
selalu menjadi arah kebijakan dunia Islam.

“Negara-negara Muslim yang berpengaruh seperti Arab Saudi, Turki, dan
Mesir akan selalu berhitung atas kepentingan dalam negeri mereka,”
sebut dia.

Dia menilai, kepentingan domestik masing-masing negara Islam yang
menjadi penghambat bagi dunia Islam untuk bersatu. Hal itu membuat
dukungan yang diberikan tidak akan kuat.

“Hanya Iran dan Lebanon yang berani  melawan Israel meski harus
berhadapan dengan Amerika Serikat,” ujar dia.

Sebelumnya, Sekjen International Union for Moslem Scholars Syekh Ali
Al-Qaradaghi mengeluarkan fatwa jihad melawan Israel. Terdapat 15 poin
fatwa jihad tersebut, yaitu: kewajiban jihad melawan Israel, larangan
mendukung Israel, larangan menyuplai sumber daya, seruan pembentukan
aliansi militer bersama, peninjauan kembali perjanjian dengan Israel,
dan kewajiban jihad finansial.

Kemudian, larangan normalisasi hubungan dengan Israel, mendorong peran
aktif para ulama, boikot terhadap Israel dan sekutunya, dan seruan
kepada pemerintah AS atas janji penyelesaian konflik di Gaza.

Selanjutnya, melanjutkan boikot pada perusahaan pendukung Israel,
dukungan kemanusian untuk Gaza, pentingnya persatuan umat Islam, doa
untuk gaza, dan apresiasi atas dukungan oleh pendukung Palestina.