Yogyakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI
mengajak mahasiswa untuk kritis terhadap buku-buku bacaan yang
kemungkinan disusupi oleh narasi paham radikalisme, salah satunya buku
seri materi “Tauhid For the Greatest Happiness” karangan Abu Sulaiman
Aman Abdurrahman.
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT RI, Irjen Pol.
Ibnu Suhaendra menuturkan bahwa dengan sikap kritis tersebut,
diharapkan mahasiswa dapat memiliki daya tangkal dan daya cegah
terhadap paham radikalisme dan terorisme.
“Buku-buku ini meracuni pelajar dan mahasiswa untuk menjadi radikal
dan menjadi teroris. Dan ini sebagai upaya kita untuk kepada generasi
muda supaya memiliki daya tangkal dan mencegah radikalisme dan
terorisme di Tanah Air,” kata Ibnu dalam diskusi di Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (28/11/2023).
Ia menambahkan bahwa buku Tauhid For the Greatest Happiness tersebut
menjadi semacam alat perekrutan untuk menyasar generasi muda yang
masih belum stabil dan dalam proses pencarian jati diri.
“Adapun sasaran mereka adalah generasi muda yang dinilai masih belum
stabil, masih dalam proses pencarian jati diri, dan dekat dengan
teknologi media sosial. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan untuk
merekrut ke dalam pemahaman radikal dan jaringan terorisme,” imbuhnya.
Ibnu pun berharap mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mampu
mendeteksi dini, memahami, dan menyaring buku-buku yang beredar agar
tidak terjerumus dengan ajaran yang menyimpang.
“Kami berharap dapat mengajak hadirin sekalian memahami tentang ajaran
tauhid yang benar, yaitu menekankan cinta, kedamaian, dan ketaatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadi sarana untuk mempromosikan
perdamaian, bukan sebaliknya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta Moch. Sodik mengatakan kepedulian mahasiswa dalam
membaca buku dibarengi pola pikir yang kritis, dapat bermanfaat untuk
memberikan penjelasan ke masyarakat sekitar.
“Jadi daya kritis ini yang penting karena dengan daya kritis muncul,
maka dia (mahasiswa) bisa menjelaskan pada masyarakat yang lain. Ini
sebagai agen perubahan. Dengan nalar kritis ini mereka bisa memilih
dan memilah, sambil kami yang di pimpinan dan dosen-dosen juga
mengarahkan buku buku yang berbahaya dan yang tidak,” ujar Sodik.