London – Irak telah secara resmi mengumumkan kemenanganya atas kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) terutama di wilayah Mosul yang dijadikan wilayah De Facto kekhilafahan ISIS. Kekalahan ISIS tersebut sejatinya tidak serta merta menghilangkan kelompok teroris tersebut. Analis memperingatkan bahwa pada tahun 2018 ISIS akan tetap menjadi ancaman perdamaian banyak negara.
ISIS yang telah mengalami kekalahan dalam peperangan dipercaya telah mengalami evolusi metode perekrutan anggota, peperangan bahkan penguasaan wilayah, ISIS akan berubah menjadi “kekhilafahan virtual” yang akan berusaha untuk mengilhami serangan tunggal teroris di Barat dalam upaya agar tetap relevan.
“ISIS seperti kucing terpojok yang akan menyerang tanpa pandang bulu dan dengan kejam menyelamatkan dirinya,” kata Peter Vincent, pakar kontraterorisme dan mantan pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri Inggris.
Namun setelah setahun pasukan yang didukung AS mengusir gerilyawan ISIS dari kubu-kubu di wilayah Irak dan Suriah, kelompok ISIS sebenarnya masih jauh dari kekalahan.
“Perang belum dimenangkan, dan jika akan menang, akan memakan waktu berahun-tahun lagi, dan lebih banyak lagi warga sipil akan kehilangan nyawa mereka,” tambahnya.
Dikutip dari laman www.beritasatu.com , Rabu (10/18) selama tahun 2017, serangan militer dilancarkan untuk merebut kembali Mosul di Irak dan juga kota Raqqa di Suriah. Raqqa diklaim sebagai ibu kota de facto khlaifah ISIS.
Pada awal Desember, Pentagon mengatakan 97% wilayah yang dimiliki ISIS di Irak dan Suriah telah dibebaskan. Pada 9 Desember, kelompok mengumumkan perang melawan kelompok militan tersebut telah selesai. Namun tiga hari setelah mengumumkan kemenangan, Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi memperingatkan para ekstrimis tersebut mungkin “Meletus lagi di tempat lain” tanpa kerja sama internasional dalam memerangi para milisi.
“ISIS memiliki kemampuan yang tidak menguntungkan untuk merekrut orang muda dengan sangat cepat,” tambahnya.
Richard Barret, mantan direktur kontraterorisme global di dinas intelijen asing M16 Inggris, mengatakan kejatuhan khilafah akan merusak seruan kelompok tersebut kepada calon potensial karena mereka tidak dapat lagi menjual gagasan tentang “negara Islam yang sempurna”.
Menurut Karin Von Hippel, Direktur Royal United Service Institute (RUSI) memicu ketakutan akut di Eropa, yang mengalami serangkaian serangan teror mematikan tahun ini, termasuk serangan teror tunggal di Barcalona, Spanyol, Stockholm dan London, dan pemboman di Konser Ariana Grande di Manchester, Inggris.
Direktur Badan Polisi Uni Eropa, Europol Rob Wainwright mengatakan, dari 5.000 sampai 6.000 warga Eropa yang pegi berperang dengan ISSI di Suriah dan Irak, sekitar 25 sampai 30% telah kembali ke rumah. Jumlah yang sama diyakini telah tewas dalam pertempuran, sehingga menyebabkan sekitar 2.500 sampai 3.000 orang terhitung masih hidup.
“Ada bahaya, ya, beberapa dari mereka akan pergi secara ilegal, melalui negara lain, dengan cara yang telah dilupakan,” katanya.