Jakarta – Wartawan atau jurnalis perlu ikut terlibat berperan mencegah radikalisme di tengah masyarakat yang bisa meningkat menjadi aksi terorisme. Hal itu dikatakan Plt Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya.
“Media mainstream harus menjaga kepentingan publik. Jurnalis itu jika mengetahui paham radikalisme dan terorisme, maka media turut melakukan pencegahan,” kata M Agung Dharmajaya pada kegiatan lokakarya peran pers pencegahan paham radikalisme dan terorisme untuk mewujudkan Indonesia harmoni berlangsung di Palu, Jumat (23/12).
Ia mengingatkan, Dewan Pers telah menerbitkan pedoman peliputan terorisme, yang disosialisasikan mulai 2023, oleh karena itu jurnalis harus bijak memberitakan kasus-kasus terorisme, dalam artian tidak secara masif memberitakan hingga detail cara-cara teroris membuat alat-alat untuk meneror, seperti cara merakit bom.
Menurutnya, tanggung jawab wartawan dan wartawati dalam menyajikan berita yang berimbang akurat dan terpercaya dengan mengedepankan kepentingan publik serta mengedukasi.
“Informasi boleh salah, tapi berita jangan sampai salah,” ucap Agung.
Menurutnya, pedoman liputan menjadi bagian penting dalam pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Ia mengungkapkan, kolaborasi melawan terorisme harus terus ditingkatkan. Juga perlu perluasan dan pelibatan unsur dalam rangka pencegahan tindakan radikalisme maupun intoleransi, maka tidak hanya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai regulator, dan aparat penegak hukum, tetapi juga perlu peran pers dan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Terkait panduan peliputan terorisme, jurnalis harus paham bahwa teroris merupakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, kemudian jurnalis harus menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.
“Wartawan jangan hanya mementingkan kecepatan berita tayang, perlu diperhatikan akurasi dan yang paling penting memahami kasusnya. Maka pastikan berita yang tulis bukan berita bohong dan merujuk pada kode etik jurnalistik,” ujar Agung.