Warga Yazidi Masih Mencari Keadilan Setelah 7 Tahun Genosida Oleh ISIS

Baghdad – Warga Yazidi di Irak dan di seluruh dunia kini memperingati 7 tahun pembantaian yang dilakukan oleh kelompok ISIS terhadap anggota minoritas agama di kota Sinjar, Irak. Para penyintas dan aktivis Yazidi mengatakan komunitas internasional harus memprioritaskan keadilan bagi komunitas mereka.

Tujuh tahun lalu, kelompok teror yang menamakan diri ISIS mengamuk di kota Sinjar, Irak utara, dan membunuh ribuan pria Yazidi dan memaksa wanita muda kelompok minorits itu menjadi budak seks.

PBB menyebut serangan gencar itu sebagai kampanye genosida.

Lamiya Haji Bashar adalah salah seorang gadis yang ditangkap oleh militan ISIS pada tahun 2014. Ketika itu dia berusia 16 tahun. Dia memenangkan Hadiah Sakharov, yang diberikan oleh Parlemen Eropa kepada orang atau kelompok yang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM).

“Tujuh tahun telah berlalu, dan tuntutan kami belum juga dipenuhi. Sinjar belum dibangun kembali untuk memungkinkan orang kembali. Orang-orang sudah bosan tinggal di tenda-tenda. Banyak gadis, wanita, dan anak-anak kami belum diselamatkan dari ISIS. Dan tidak ada anggota ISIS yang dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan mereka,” ungkap Haji Bashar, dikutip voaindonesia, Selasa (3/8).

Lamiya Haji Bashar berhasil melarikan diri dari tahanan ISIS pada 2016. Meskipun kekhalifahan kelompok teror itu tidak ada lagi, kelompok-kelompok HAM mengatakan hampir 2.600 wanita dan gadis Yazidi masih hilang.

Selain itu, sekitar 200.000 orang Yazidi masih mengungsi di Irak utara, banyak dari mereka tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak.

Parlemen Irak meloloskan undang-undang tahun ini untuk memberikan kompensasi kepada para perempuan Yazidi yang selamat. Tetapi banyak penyintas mengatakan sedikit yang telah dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran mereka.

Para ahli mengatakan meminta pertanggungjawaban pelaku kekerasan harus menjadi langkah pertama, seperti diutarakan oleh Jeremy Baker dari Religious Freedom Institute atau Lembaga Kebebasan Beragama yang berbasis di Washington, D.C.

“Di Irak, mekanisme penuntutan yang berarti yang memberi tahu komunitas Yazidi dan para penyintas lain dari kekejaman belum dilakukan. Permintaan pertanggungjawaban atas kekejaman yang diakui telah dilakukan terhadap mereka dan komunitas mereka belum ditangani,” kata Baker.

Namun, untuk saat ini, masa depan bagi para penyintas Yazidi dan komunitas pengungsi mereka belum ada kepastian.