Jakarta – Warga negara atau masyarakat harus aktif membantu pemerintah dalam melakukan pencegahan paham radikal terorisme. Ini penting karena salah satu peran masyarakat yang vital dalam pencegahan paham radikal terorisme adalah melakukan deteksi dini.
“Penanggulangan paham radikal terorisme harus dilakukan dari hulu sampai hilir. Masyarakat berperan penting dalam melakukan pencegahan di hulu, dengan ikut aktif melakukan deteksi dini,” ujar Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis pada acara Pelatihan Wawasan Kebangsaan dan Anti Paham Radikalisme dan Terorisme secara virtual yang digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Jakarta, Selasa (6/7/2021).
Hendri melanjutkan ada beberapa tindakan yang harus dilakukan warga bila di lingkungan sekitarnya ada penyebaran paham radikal terorisme. Pertama adalah tindakan pencegahan yaitu dengan mencermati dan mengikuti secara aktif perkembangan yang terjadi di lingkungan sosial sekitarnya sebagai bagian dari deteksi dini terhadap potensi gangguan dan ancaman terorisme.
Langkah kedua, menciptakan rasa tanggap terhadap lingkungan sosialnya, sehingga tercipta sikap waspada masyarakat terhadap dinamika di lingkungan sekitar. Ketiga, masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang, jika mengetahui atau melihat kegiatan yang mencurigakan.
“Laporan tersebut disampaikan baik secara tatap muka maupun melalui pesan singkat di grup-grup media sosial kepada Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa/Lurah, Babinsa dan Bhabinkamtibmas,” jelasnya.
Selain tindakan pencegahan, lanjut Hendri, masyarakat juga bisa membantu dalam melakukan tindakan persuasif. Caranya dengan merangkul dan melibatkan individu, keluarga, dan kelompok masyarakat pelaku teror dan pendukung serta simpatisannya dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan untuk resosialisasi dan reintegrasi.
Masyarakat juga bisa melakukan upaya deradikalisasi melalui komunikasi efektif, dialog hangat dan diskusi bersahabat dengan mantan pelaku teror dan simpatisannya. Upaya lainnya dengan melakukan komunikasi, dialog dan diskusi tersebut dilakukan dengan basis keluarga atau kerabat dekat untuk memaksimalkan pengaruh peran keluarga dalam upaya menetralisir pembibitan dan penyebaran ajaran radikalisme.
“Komunikasi, dialog dan diskusi tersebut juga dilakukan dengan basis masyarakat, yaitu pelibatan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan aparat pemerintah dalam upaya menetralisir pembibitan dan penyebaran ajaran radikalisme,” ungkap mantan Danrem 173/PVB Dam Cendrawasih ini.
Tindakan pencegahan lainnya yang bisa dilakukan masyarakat adalah melakukan tindakan nyata seperti membuat rencana untuk menghadapi situasi darurat. Kemudian membiasakan diri untuk menghadapi situasi darurat dan penyelamatan diri, serta mencatat dan mengetahui nomor-nomor telepon penting yang bisa dihubungi dalam menghadapi situasi genting, seperti kerabat, sahabat, ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, dan PLN terdekat dan menyiapkan alat P3Kdi rumah.
Disamping di lingkungan, warga negara juga bisa berperan bila kebetulan berada dalam kondisi genting dengan tetap tenang dan mencoba menenangkan pihak lain. Selain itu, mengecek apakah ada korban dan ikut membantu bila ada korban luka. Warga juga penting untuk membantu tugas aparat dalam melakukan penyelamatan dan evakuasi.
Hendri menambahkan, selain deteksi dini dan peran aktif pencegahan di lingkungan, warga negara juga harus terus menerus menanamkan rasa nasionalisme dan pengamalan ideologi bangsa Pancasila serta kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ini penting sebagai jangkar keyakinan berbangsa dan bernegara. Masyarakat juga harus terus memperkaya wawasan keagamaan dan mendalaminya melalui tokoh agama atau guru terpercaya yang berpandangan moderat,” tutur Hendri.
Menurutnya, langkah-langkah itu sebagai strategi dalam membentengi diri sekaligus kewaspadaan terhadap provokasi, hasutan, dan pola rekrutmen teroris, baik di lingkungan masyarakat maupun dunia maya (internet).
Pada kesempatan itu, mantan Komandan Grup 3 Kopassus ini juga memaparkan definisi intoleransi, radikalisme dan terorisme, dimana intoleransi adalah asal mula seseorang menjadi radikal. Selain itu, para peserta juga dibekali pemahaman tentang pola penyebaran dan perekrutan paham radikal terorisme baik dunia nyata (konvensional) maupun di dunia maya.
Selain itu juga dipaparkan strategi dan program-program penanggulangan terorisme yang telah dilakukan dan tengah dilakukan BNPT, seperti pelibatan masyarakat dan sinergisitas antar kementerian dan lembaga.