Wapres JK: Teror Atas Nama Agama Tidak Dibenarkan.

Jakarta – Konflik yang terjadi dibelahan dunia, termasuk yang terjadi di Indonesia seringkali terjadi disebabkan oleh faktor rasa ketidakadilan, ekonomi, politik, dan sosial-budaya. Jarang sekali berawal dari agama, namun biasanya belakangan akan ditarik ke sentimen agama.

Tidak dapat dipungkiri, ada beberapa kelompok yang menonjolkan atau menarik-narik agama ke area konflik sehingga seolah-olah konflik yang terjadi disebabkan oleh sentimen keagamaan.

Dikutip dari laman www.kompas.com Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, konflik dan kekerasan lebih banyak terkait dengan faktor ekonomi, politik, dan sosial-budaya daripada agama.

“Faktor agama seringkali datang belakangan dijadikan justifikasi atas konflik dan kekerasan yang telah terjadi sebelumnya”, ujar Kalla, seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Jumat (26/1/2018).

Pernyataan Kalla itu disampaikannya dalam Pidato Pengukuhan DR HC dalam bidang Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Kamis (25/1/2018).

Saat ini, kata Kalla, hampir tidak ada konflik yang murni bersumber dari agama. Gangguan terhadap perdamaian dan harmoni di kalangan masyarakat, kelompok etnis, intra dan antar-umat beragama disebabkan berbagai faktor yang sangat kompleks.

Ia mengakui, ada kelompok yang mengatasnamakan agama melakukan tindakan kekerasan dan terorisme di berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Tetapi orang-orang atau kelompok seperti ini tidaklah representasi umat beragama secara keseluruhan. Mereka hanyalah segelintir orang yang menggunakan agama untuk menjustifkasi konfik dan kekerasan yang tidak bisa dibenarkan,” kata Wapres

Bahkan, lanjut Kalla, seringkali terbukti para pelaku kekerasan atas nama agama tersebut bukan orang atau kelompok yang dikenal sebagai pengamal agama yang taat.

Menurut Wapres, banyak di antara para pelaku tersebut tidak memahami agama dengan benar. Oleh karena itu, Kalla yakin bahwa agama bukan sumber konfik dan kekerasan.

Ia mengatakan, semua agama sangat menekankan ajaran tentang perdamaian dan kedamaian.

“Jadi penyalahgunaan agama sering terkait dengan kepentingan politik, ekonomi dan kontestasi lain di antara kelompok masyarakat atau komunitas berbeda,” ujar Kalla.