Jakarta – Adanya isu radikalisme yang kembali bergulir di tengah pandemi Covid-19 sangat disesalkan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI). Terlebih, radikalisme kerap kali dimaknai secara sepihak dengan mengaitkan agama Islam.
Untuk itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Din Syamsuddin, meminta kepada semua pihak untuk tidak secara tendensius mengalamatkan isu Radikalisme kepada umat Islam.
“Agar isu Radikalisme tidak dikembangkan secara sepihak peyoratif tendensius ke Islam. Radikalisme sampai tingkat Ekstremisme itu bisa masuk ke berbagai aspek seperti negara, keagamaan, politik, sosial dan sebagainya,” ungkapnya dalam jumpa pers yang dilakukan secara daring, Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Menurut Din, Wantim MUI mengaku prihatin dengan adanya pengembangan narasi Radikalisme yang ditujukan kepada umat Islam. Menurut Din, tuduhan Islam adalah radikal merupakan tuduhan sepihak yang tidak berkeadilan.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengatakan bahwa Radikalisme dapat melanda umat dan Agama manapun. “Radikalisme dan Ekstremisme terdapat di setiap lingkaran umat beragama di dunia ini,” katanya.
Din menyampaikan, Radikalisme dan Ekstremisme juga tidak melulu karena Agama, tetapi dapat bermotif ketidakadilan ekonomi yang dilakukan pihak dengan kekuatan ekonomi kemudian menyengsarakan golongan lain yang lebih lemah.
Benih Radikalisme, menurut Din, dapat berangkat dari kesenjangan ekonomi tersebut. Hal itu termasuk politik dan hukum tanpa keadilan sehingga memicu Radikalisme dan Ekstremisme.
Maka dari itu, Din menuturkan, tuduhan kepada Islam atau pihak lain sebagai radikal dan ekstrem justru menjadi dari Radikalisme dan Ekstremisme itu sendiri. Dengan begitu, menyebut radikal dan ekstrem harus secara proporsional.
“Cara menuduh kelompok lain radikal dan ekstrem itu bentuk radikal dan ekstrem itu sendiri,” ujarnya.