Beirut- Lembaga PBB untuk anak-anak, UNICEF, mengimbau agar anak-anak anggota ISIS tidak diperlakukan sebagai teroris. Direktur Regional UNICEF Geert Cappelaere menyatakan, nasib anak-anak dan keluarganya yang melarikan diri dari benteng terakhir ISIS tidak boleh diabaikan. “Pesannya, anak-anak yang tidak diinginkan ini tumbuh semakin,” katanya di Beirut, Lebanon, seperti dikutip dari AFP.
Menurut UNICEF, ada sekitar 3.000 anak-anak yang dilahirkan oleh orangtua warga asing yang saat ini menempati kamp Al-Hol. Mereka mendominasi gelombang besar orang yang keluar dari sisa-sisa “kekhalifahan” ISIS dalam beberapa pekan terakhir.
Baca juga : Meski Memanas, Pakistan – Iran Bersepakat Tingkatkan Kerjasama Perangi Terorisme
Mereka berasal dari setidaknya 43 negara yang berbeda, dan banyak yang enggan untuk menangani kemungkinan pemulangan anak-anak itu. Bahkan ada lebih banyak anak-anak Suriah dan Irak yang telantar sehubungan dengan ISIS. Mereka yang telah menyatu dengan masyarakat menjadi tantangan dengan sedikit perhatian.
Cappelaere mengatakan upaya seperti itu perlu dilakukan di Suriah dan Irak. “Ada solusi untuk anak-anak ini. Tapi membutuhkan keberanian politik, komitmen politik. Anak-anak ini adalah anak-anak, mereka bukan teroris,” katanya dikutip dari laman kompas.com.
Dia mengatakan adal total lima juta anak lahir sejak awal konflik pada 2011. Kasus kematian bayi dari pengantin ISIS asal Inggris Shamima Begum menyoroti kembali sulitnya kehidupan di kamp pengungsian. Putra Shamima meninggal dunia selang beberapa pekan kewarganegaraan Shamima dicabut.
Jarrah, nama bayi itu, dilahirkan oleh remaja berusia 19 tahun tersebut pada pertengahan Februari 2019 di kamp pengungsian, setelah ISIS semakin terdesak. Beberapa pekan sebelum meninggal, bayi itu memang berada dalam kondisi tidak sehat. Shamima yang sebelumnya juga kehilangan dua anaknya di Suriah, mengatakan pada bulan lalu bahwa dia ingin pulang ke Inggris.