Hari merdeka bagi Indonesia tercinta telah tiba. Ragam budaya dan warna selalu menyemarakan peringatan 78 Tahun hari lahir negara Republik Indonesia (RI) setiap tanggal 17 Agustus. Tantangan mengisi kemerdekaan ternyata tidak mudah. Potensi yang merusak persatuan di tengah keragaman masih terasa. Adu domba, provokasi, intoleransi, radikalisme, dan terorisme menjadi ancaman nyata bagi persatuan Indonesia.
Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 RI menjadi sangat spesial bagi Hisam alias Umar Patek mantan narapidana terorisme yang terlibat pada kasus Bom Bali 1. Tahun ini ia merasa bersyukur dan terharu karena bisa merasakan euphoria kemerdekaan Republik Indonesia bersama masyarakat, setelah bebas bersyarakat dari Lapas Kelas 1 Surabaya pada 7 Desember 2022 lalu. Sebelumnya saat masih menghuni Lapas, Umar Patek selalu menjadi petugas pengibar bendera Merah Putih setiap peringatan HUT RI.
Sebagai wujud pertobatanan dan bukti kecintaan pada NKRI, Umar Patek turut aktif dalam perlombaan di lingkungan rumahnya. Meskipun dirinya dikenal sebagai mantan narapidana teroris dan buronan kelas dunia, Umar Patek mengaku tidak malu dan tidak canggung untuk berbaur dengan masyarakat sekitar. Baginya, kesalahan masa lalu, adalah bagian dari hidupnya. Saat ini fokusnya adalah menata kembali kehidupan untuk masa depan, dan bermanfaat untuk sesama.
“Bersyukur bisa bersosialisasi, duduk sama rata sama rendah bersama warga mengukuti aktivitas itu,” ucap Umar Patek di Surabaya, Rabu (16/8/2023).
Pada perlombaan itu, Umar Patek mendapatkan Juara 2 Lomba Berjalan dengan Tampah di Kepala yang diselenggarakan di lingkungannya. Umar Patek mengatakan baginya momentum kemerdekaan RI adalah hal yang sakral. Karena untuk mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia, para pahlawan telah berkorban dengan darah, air mata, keringat dan nyawa untuk mengusir para penjajah. Untuk itu, Umar mengajak masyarakat untuk mengenang jasa para pahlawan dan mengisi Hari Kemerdekaan dengan hal yang positif.
“Sebagai generasi muda, harus mengisi dengan sesuatu yang positif, karena sebesar apapun yang kita berikan untuk negara itu masih sangat jauh, lebih kecil dari yang kita berikan ketimbang jasa dari pahlawan kita,” terang Umar Patek.
Lelaki kelahiran Pemalang, 20 Juli 1966 ini mengaku terharu mengingat masa-masa dirinya melakukan Ikrar NKRI dan menjadi petugas upacara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Surabaya di Porong, Sidoarjo. Meskipun dulu dirinya dikecam habis habisan, namun kini jejaknya banyak diikuti oleh narapidana terorisme (napiter) lain. Artinya, dirinya bisa memberikan inspirasi dan manfaatnya dapat dirasakan terus menerus.
“Alhamdulillah para napiter mengikuti jejak langkah saya. Kemarin dapat kabar di Lapas Sukabumi 3 orang napiter menjadi pengibar bendera (17 Agustus), dan dari beberapa lapas lain,” ucap Umar Patek.
Umar Patek mengatakan kemerdekaan ini baiknya dimaknai dengan komitmen diri untuk merdeka dari pemikiran-pemikiran radikalisme pemikiran-pemikiran ekstremisme dan kekerasan. Salah salah satunya dengan cara mengisi kegiatan dengan hal hal yang positif dan menyaring dari bacaan bacaan yang mengarah kepada hal hal negatif.
Untuk itu, Umar Patek mengajak masyarakat, khusunya kepada kelompok kelompok radikal untuk meninggalkan pemikiran ekstreem dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“(Merdeka) melepas semua pemikiran kekerasan, dan berbalik untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia yang damai,” pungkas Umar Patek.