Jakarta – Kabar bohong (hoax) dan salah sasaran pemberian bantuan dari Indonesia ke Suriah menjadi poin utama saat beberapa ulama Suriah berkunjung ke Majelis Ulama Indonesia (MU) pekan lalu. Pada kesempatan itu, ulama Suriah meminta MUI membendung hoax dan meneliti lembaga donasi yang mengakku akan menyalurkan dana ke Suriah.
“Donasi kepada lembaga yang tidak kredibel hanya akan membahayakan rakyat Suriah,” kata Syeikh Syarif Adnan Al-Sawwaf yang juga rektor Universitas Negeri Syam dalam lawatannya ke kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, dikutip dari cnnindonesia.com.
Al-Sawwaf yang berada di Indonesia dalam rangka menghadiri Silaturahmi Nasional Al Syami Indonesia ke-6 yang digelar Ikatan Alumni Al-Syami (Asyami), mengapresiasi keberadaan MUI dalam menyatukan umat Islam Indonesia, di saat banyak muslim di negara lain yang terpecah belah dan mudah diadu domba.
Ulama Suriah itu diterima oleh KH Muhyiddin Junaidi ketua bidang hubungan internasional MUI. Pertemuan itu langsung berjalan cair karena ternyata KH. Muhyiddin adalah alumni Kulliyah Dakwah Libya, dan Syeikh al-Sawwaf sampai sekarang adalah rektor Mujamma’ Ahmad Kuftaro yang membawahi Kulliyah Dakwah cabang Damaskus. KH. Muhyiddin juga pernah ke Suriah tiga kali dan bertemu dengan pendiri Mujamma’ mendiang Syeikh Ahmad Kuftaro.
Al-Sawwaf bercerita bahwa di negaranya juga ada lembaga sejenis, bernama Ittihad Ulama Bilad al-Syam. “Sayang, pembentukannya agak terlambat, karena sudah menjelang krisis,” tuturnya.
Menurut Al-Sawwaf, problem umat Islam dunia saat ini adalah adu domba antar ormas, sekte, dan pembenturan antara umat Islam dengan pemerintahannya, dengan propaganda pemerintah yang tidak syar’i ataupun toghut atau tidak sesuai dengan ajaran agama.
“Padahal di negara tersebut mereka terang menikmati kebebasan beribadah dan presidennya muslim. Bukankah Nabi pernah hidup di Mekah di bawah pemerintahan kafir, dan beliau menjadi warga yang taat,” tutur Al-Sawwaf, seperti disampaikan dalam rilis Asyami.
Pada kesempatan itu, KH Muhyiddin menanyakan tentang apa yang bisa dibantu oleh Indonesia untuk Suriah. Saat itulah Al-Sawwaf mengharapkan agar MUI dapat membendung berita hoax tentang Suriah dan meneliti lembaga donasi yang mengaku akan menyalurkan ke Suriah.
Menurutnya, kabar hoax menyebarkan fitnah dan propaganda yang memperkeruh suasana Suriah. Adapun asal memberikan donasi mengatasnamakan Suriah bisa berdampak amat berbahaya, karena selama ini banyak donasi yang justru disalurkan kepada pemberontak untuk membeli senjata yang akan terus digunakan ‘membakar’ Suriah.
Saat ditanya terkait bantuan ke Ghouta, Al-Sawwaf menjelaskan bahwa saat ini tidak ada jalan untuk memasukkan bantuan ke Ghouta. Bahkan terowongan bawah tanah (nafaq) yang biasa digunakan sudah tidak berfungsi.
Satu-satunya lembaga kemanusiaan yang bisa masuk ke Ghouta adalah Hilal Ahmar Internasional (Bulan Sabit Merah). Itu pun sangat sulit, Menurut Al-Sawwaf, sudah 100 relawan Hilal Ahmar Internasional yang meninggal dunia saat menyalurkan bantuan akibat terkena tembakan dari sniper.
“Bahkan untuk mengeluarkan warga di Ghouta ke Damaskus pun hampir tidak mungkin,” kata Al-Sawwaf. Padahal jarak kota itu ke Ibu Kota Damaskus seperti jarak antara Jakarta dan Bekasi.
Sebelum kunjungan berakhir, KH Muhyiddin menyampaikan rencananya untuk mengundang Syeikh al-Sawwaf pada konferensi internasional yang akan dihadiri presiden dan 50 ulama dunia, tentang Islam moderat, pada bulan Mei di Bogor, untuk bercerita tentang kondisi di Suriah yang sebenarnya.