Jakarta – Turki dan terorisme menjadi salah satu isu yang mengemuka setelah konflik Suriah. Bukan hanya dari sisi keamanan internal Turki akan tetapi juga terkait dengan faktor eksternal yang mempengaruhi keamanan regional dan global.
Pandangan ini dikemukakan oleh Prof Dr Muhittin Ataman, Direktur Riset Hubungan Internasional Seta Foundation dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Isu Terorisme dan Strategi Turki melawan Terorisme’ yang digelar Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia Salemba, Sabtu (27/10).
Dikutip dari Tribunnews.com, Prof. Ataman mengemukakan bahwa untuk melawan terorisme, Turki menggunakan pendekatan demokratisasi, pendekatan ekonomi dan pendekatan keamanan. Salah satu contoh pendekatan demokratisasi dan pendekatan ekonomi adalah upaya pengakuan terhadap identitas etnik Kurdi di kawasan Timur Turki.
“Sedangkan untuk ekonomi, Turki telah melakukan pembangunan di kawasan Timur Turki. Kedua strategi ini untuk penanganan kelompok Partai Pekerja Kurdi (PKK),” terang dia.
Prof. Ataman juga menyebut bahwa saat ini teroris di Turki ada beberapa kelompok, antara lain: ISIS, PKK, Kelompok Ultra Nasionalis Kiri (DHKP-C) dan Kelompok Gulen menyusul peristiwa percobaan kudeta 15 Juli 2016.
“Mereka kita kelompokkan ke dalam dua kategori, yakni teroris berdimensi agama dan teroris berdimensi etnik,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa strategi Turki dalam konteks regional terhadap terorisme adalah menyediakan fasilitas militer untuk melakukan serangan militer koalisi melawan ISIS.
Diskusi bersama Prof Ataman dihadiri oleh mahasiswa SKSG UI, mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta, dosen SKSG dan peserta konferensi internasional dan masyarakat pemerhati isu terorisme dan Timur Tengah.