Toleransi di Bumi Flobamora: Harmoni yang Jadi Modal Membangun NTT

Atambua — Di tengah keragaman suku, etnis, bahasa, dan agama, masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) telah lama dikenal hidup rukun dalam semangat toleransi yang kuat. Di tanah Flobamora, perbedaan justru menjadi kekayaan sosial yang mempererat persaudaraan dan memperkuat pondasi pembangunan.

Hal itu disampaikan oleh Haji Maskur Kadir, S.Ag, Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama Kabupaten Belu, saat ditemui pada Sabtu (11/10/2025). Menurutnya, kerukunan antarumat beragama di NTT bukan sekadar slogan, melainkan praktik nyata yang sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

“Kehidupan masyarakat di NTT sangat toleran dan bisa hidup berdampingan dengan siapa pun. Semua warga sangat menghargai arti penting dari toleransi dalam kehidupan,” ujar Maskur.

Ia menilai bahwa toleransi dan kerukunan merupakan nilai luhur yang terus dijaga dari generasi ke generasi. Sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing telah membentuk budaya saling menolong dan gotong royong lintas agama.

“Dari ajaran toleransi beragama, tumbuh kesadaran untuk menghormati dan membiarkan orang lain menjalankan keyakinannya tanpa gangguan. Itulah makna sejati dari hidup berdampingan,” jelasnya.

Maskur menjelaskan bahwa bentuk toleransi di NTT dapat terlihat dari dua sisi. Pertama, toleransi pasif, yakni sikap menerima perbedaan sebagai fakta sosial yang tidak bisa dihindari. Kedua, toleransi aktif, yaitu partisipasi langsung dalam kehidupan masyarakat tanpa membeda-bedakan latar belakang agama.

Ia mencontohkan tradisi gotong royong yang masih kuat dijalankan di berbagai pelosok NTT, di mana masyarakat saling membantu dalam kegiatan sosial maupun keagamaan.

“Saat ada perayaan hari besar keagamaan, panitianya melibatkan semua warga lintas agama. Semua ikut berkontribusi dan saling membantu demi kelancaran acara,” ungkapnya.

Menurut Maskur, nilai-nilai kebersamaan semacam itu merupakan implementasi nyata Pancasila dan wujud pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sosial.

“Gotong royong dan toleransi inilah yang menjadi kekuatan utama NTT. Dengan menjaga kerukunan, pembangunan akan berjalan lebih lancar dan berkeadilan,” tegasnya.

Maskur menutup dengan harapan agar nilai-nilai toleransi terus diwariskan kepada generasi muda sebagai bagian dari identitas masyarakat Flobamora yang cinta damai.

“Kerukunan adalah modal sosial kita. Kalau itu terus dijaga, maka masa depan NTT akan semakin sejahtera dan harmonis,” pungkasnya.