Puluhan tokoh agama di Ternate hari ini (Minggu, 18 Oktober 2015) berkumpul di gedung Velliya Ternate untuk melakukan dialog pencegahan paham radikalisme dan terorisme untuk kemudian menyatakan sikap penolakan terhadap dua paham yang sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran agama dan asas kemanusiaan tersebut. Dialog yang mengangkat tema “Pencegahan Radikalisme dan Terorisme Bagi Tokoh Agama di Provinsi Maluku Utara” ini diselenggakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi Maluku Utara.
Ketua panitia dialog ini, Drs. Anshor Tohek dalam laporan kesiapan pelaksanaan kegiatan menyatakan bahwa Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap konflik bernuansa agama yang sering muncul, disamping jenis-jenis konflik lainnya seperti sengketa tapal batas di beberapa wilayah yang sampai kini belum tuntas penanganannya.
Ia menambahkan bahwa meskipun provinsi Maluku Utara belum pernah mengalami aksi terorisme dalam skala besar, namun beberapa aksi teror pernah menghampiri provinsi yang merupakan pemekaran dari provinsi Maluku berdasarkan UUD No. 46 tahun 1999 ini. Aksi itu antara lain, peledakan bom molotov di pagar bagian timur kediaman gubernur di kelurahan Kalumpang, Ternate pasca penghitungan suara hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada 2007. Lalu pada 2012 peledakan yang sama juga pernah terjadi di gedung DPRD kabupaten Pulau Moratai pasca pemilihan bupati dan wakil bupati.
Karenanya kegiatan dialog pencegahan radikalisme dan terorisme yang menggandeng para tokoh agama penting untuk dilaksanakan, terutama karena masyarakat Ternate masih menganggap agama sebagai sesuatu yang sakral dan penting dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi keberagamaan yang pernah terkoyak di provinsi ini diyakini Tanek sebagai tantangan bersama untuk dapat segera diatasi. Ia pun menyatakan keyakinannya akan kemampuan para pemuka agama dalam mentransfer nilai-nilai ajaran agama yang damai dan menentramkan.