Jakarta – Rencana pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme yang akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) dinilai masih kurang. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, mengatakan, jika melihat elemen TNI yang memiliki divisi kontra teror seperti Kopassus dan Kostrad, sudah sepantasnya mereka diberi peran lebih dalam penanganan terorisme.
Dikatakan, saat ini apa yang dilakukan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan jajarannya masih kurang, Ada hal-hal yang masih terabaikan dalam rangka politik kebangsaan dan kenegaraan. Misalnya, dalam pemberantasan radikalisme dan terorisme. “Beberapa elemen TNI memiliki divisi kontra teror, yang saya kira jauh lebih canggih. Sayang jika kelebihan itu tidak dimanfaatkan,” kata Din Syamsudin kepada wartawan, Kamis (5/10/2017).
Din Syamsudin yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuturkan, ancaman terhadap negara pada saat ini, sudah dalam bentuk perang modern. Misalnya proxy war atau hybrid war. Hal itu sering dilontarkan Jenderal Gatot Nurmantyo dalam berbagai kesempatan. Bahkan, saat ini ada cyber war, dan hal itu membuat cara pendekatan TNI dalam mengawal NKRI juga perlu diubah.
Dia menilai bahwa bahwa figur kepemimpinan Panglima TNI sekarang, cukup bagus. Paling tidak, meski tidak dekat dalam bentuk tatap muka, Gatot dalam sikapnya memberikan pembelaan proporsional terhadap ulama dan kepentingan umat Islam dalam rangka kepentingan nasional. “Saya kira siapa pun yang memimpin TNI, figur-figur seperti itu harus dipertahankan,” jelasnya.
Di sisi lain, Din Syamsudin juga memaparkan hubungan sangat erat TNI dengan Islam, khususnya dengan para ulama. Bahkan, figur di TNI berasal dari kalangan umat Islam, yaitu Panglima Besar Jenderal Sudirman. Begitu pula dalam mempertahankan kemerdekaan, kemitraan antara TNI dengan ulama dan barisan Islam bahkan menjadi faktor kemenangan.
Pada awal kemerdekaan, satuan-satuan keamanan rakyat di kalangan Islam, seperti Barisan Hizbullah dan juga Hizbul Wathan, melakukan perjuangan bersama TNI. Sehingga, dapat dikatakan, TNI memiliki akar keagamaan keislaman yang kuat. Hal itulah yang harus dipelihara sampai sekarang. Sebab, kemitraan TNI dengan ulama dan juga tokoh-tokoh agama lain itu mutlak dibutuhkan.