Tito Karnavian: Teroris Bukan Berarti Islam

Jakarta – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan, jangan ada stigma bahwa pelaku atau terduga teroris identik dengan Islam. Menurutnya, Islam merupakan agama yang damai. Tetapi selalu disalahgunakan oleh pelaku teror atau kelompok radikal dengan mengatasnamakan Islam.

“Terorisme bukan berarti Islam dan Islam bukan berarati terorisme. Tapi ada ajaran Islam yang dibajak dan diartikan berbeda oleh kelompok untuk mencapai tujuan mereka. Islam adalah agama yang damai,” kata Tito Karnavian yang resmi menjadi guru besar Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, di Gedung PTIK, Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017)

Dijelaskan, pelaku teror tidak hanya dari kalangan Islam. Bahkan ada sejumlah kasus terorime yang ditangani polri, pelaku teror ada bukan dari agama lain. “Kita perlu menyadari ada kelompok kecil menyalahgunakan itu kemudian melakukan aksi kekerasan. Itu persoalannya, apapun tujuannya. Terlepas dari itu. kita melihat persoalan dalam konstelasi Indonesia dalam era demokrasi yang konstruktif saat ini itu adalah cara-cara yang tidak bisa diterima,” jelasnya.

Kapolri menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Kepolisian Studi Strategis Kajian Kontra Terorisme. Dia menjelaskan tentang kajian penelitiannya terkait persoalan terorisme dan soal insurgency yang menjadi salah satu akar dari persoalan terorisme. Dalam orasi ilmiahnya, dia menyampaikan orasi ilmiah dengan judul ‘Peran Polri dalam Penanganan Terorisme di Indonesia’.

Dalam orasi ilmiahnya itu, Tito Karnavian mengatakan, pelaku teror lebih memilih wilayah perkotaan yang memiliki cukup padat penduduk yang menjadi sasaran penyerangan. Wilayah Indonesia yang menjadi sasaran utama adalah Pulau Jawa dengan jumlah penduduk cukup banyak. “Pulau Jawa ada 140 juta penduduk saat ini merupakan hutan belantara manusia dan ini adalah sangat ideal untuk urban warfare atau perang kota,” jelasnya.

Dikatakan, pelaku teror memilih wilayah padat penduduk dapat membaur dengan masyarakat. Maka itu, polisi terkadang memiliki kesulitan dalam melakukan penindakan maupun mendeteksi para pelaku teror. “Anggota kami susah untuk mengejar mereka karena berbaur dengan masyarakat biasa. Kami tidak bisa membedakan mana yang teroris mana yang bukan,” ujarnya.