Jakarta – Pemerintah kini sangat serius dalam menggarap revisi UU tindak pidana Terorisme, dikatakan oleh menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan, Luhut Panjaitan bahwa rancangan revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tidnak Pidana Terorisme yang dirumuskan oleh tim kecil saat ini telah mencapai 80% dan memasuki tahap akhir. Dalam rancangan tersebut terdapat setidaknya 10 pasal baru yang ditambahkan.
UU ini juga mengatur tentang penindakan terhadap sikap tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dikategorikan sebagai bentuk penistaan terhadap negara. “Misalnya penistaan (adalah) kamu tidak mengakui NKRI, ya sudah, kita tindak!” Terang Luhut.
Sikap tidak mengakui kedaulatan NKRI sebagai negara demokrasi dipandang banyak kalangan sebagai benih dari radikalisme dan terorisme, karenanya diperlukan peraturan negara (dalam bentuk undang-undang) yang mengatasi masalah ini. Menkopolhukam juga mengakui bahwa selama ini Indonesia belum memiliki undang-undang yang mewajibkan setiap warganya untuk setia dan cinta kepada NKRI, karenanya orang-orang dapat dengan mudah turun ke jalan-jalan dan menyatakan keinginannya untuk mendirikan negara sendiri, seperti ISIS misalnya. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan.
Revisi UU itu juga akan berisi peraturan negara terkait WNI yang pergi ke luar negeri untuk berperang demi kepentingan selain Indonesia. Apalagi jika WNI tersebut sampai ketahuan bergabung dengan kelompok teroris dan melakukan tindakan terorisme di negara lain, maka paspor dan kewarganegaraannya akan dicabut. WNI yang menjadi foreign fighters, melakukan perang, dan berlatih perang selain untuk kepentingan Indonesia akan dicabut pula kewarganegaraannya.