Sekitar pukul 19.00 malam (Senin, 17/8/2015), dunia dihebohkan dengan serangan bom yang terjadi di kota Bangkok, Thailand. Serangan yang hingga saat ini belum bisa diidentifikasi pelakunya itu memakan puluhan korban jiwa tewas dan ratusan lainnya terluka. Hingga tulisan ini dibuat pihak kepolisian Thailand telah merilis 27 orang korban tewas, dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah.
Bom tersebut meledak di dekat sebuah kuil yang berada di tengah pusat keramaian dan perbelanjaan, Kuil Erawan namanya. Menurut rilis terakhir dari aparat setempat, bom tersebut diletakkan di sebuah sepeda motor. Media massa kemudian menyebutnya bom sepeda motor. Dilihat dari daya ledak dan sifatnya yang menghancurkan, bom ini diperkirakan berjenis TNT. Jejak ledakannya bisa dilihat dari lubang yang menganga selebar dua meter di tempat kejadian.
Belum puas dengan ledakan pertama, para pelaku teror kembali mengguncang Bangkok dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Untungnya, bom kedua ini tidak membawa korban jiwa karena meledak di sebuah parit berair. Pihak keamanan setempat pun masih terus waspada akan kemungkinan terjadi kembali serangan bom berikutnya.
Jika dilihat dari polanya, penggunaan bom sepeda motor bukan kali pertama terjadi di dunia. Sebelumnya, di Irak dan Afghanistan pada 2003 bom motor diduga pertama kali digunakan. Sementara di kawasan Asia Tenggara bom motor diduga pertama kali digunakan pada 2008 oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Sedangkan di Suriah, penggunaan bom motor juga sangat populer. Setidaknya, sejak 2012 rangkaian ledakan berupa bom motor pernah terjadi di negeri yang tengah mengalami perang saudara ini. Sebuah Masjid di Kota Damaskus pada September 2012 pernah mendapat serangan saat dilangsungkan salat Jumat. Puluhan orang menderita luka dan sekitar 6 orang dikabarkan tewas.
Di Indonesia, penggunaan bom motor memang belum begitu populer. Dalam catatan kami, penggunaan bom motor di Indonesia pernah terjadi di awal Juni 2013 di Poso, Sulawesi Tengah. Saat itu, seorang pria menerobos kantor Mapolres Poso dengan menggunakan sepeda motor, tak jauh berselang motor yang ia tunggangi meledak dan membunuh si pelakunya. Beruntung ledakan kala itu tak mendatangkan korban jiwa selain si ‘calon pengantin’.
Dari uraian singkat di atas dapat dinyatakan bahwa penggunaan jenis bom motor adalah salah satu ciri khas rakitan ala Al Qaeda, seperti yang pernah terjadi di Afghanistan dan Irak. Setelah organisasi ini terpecah belah dan melahirkan ISIS, pola serupa (bom motor) digunakan kelompok ini dalam aksi teror di Suriah.
Demikian di Asia Tenggara, kelompok Abu Sayyaf –kelompok yang menggunakan bom motor saat menyerang tentara Filipina- adalah kelompok teror yang telah membaiat pada kekhilafahan Abu Bakar Al Baghdadi (ISIS). Dan sebagaimana diketahui bersama, sepak terjang kelompok teror ISIS cukup mendapat perhatian dan dukungan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Meski demikian, menyebut kelompok teror ISIS berada di balik serangan bom motor di kota Bangkok masih terlalu prematur. Pihak keamanan Thailand masih harus berupaya keras mengungkap siapa pelaku dan apa motif teror yang dilakukan sampai pada kesimpulan akhir. Sebelum itu diungkap secara jelas kita belum bisa memastikan apa-apa.
Namun, tindakan antisipatif agar teror tersebut tidak merambah Indonesia perlu segera dilakukan. Sebagaimana sering terjadi, pola terorisme selalu dinamis, berjalan terus, berpindah-pindah, dan membentuk menjadi sebuah siklus. Dalam arti lain, peristiwa teror yang terjadi di satu tempat di hari ini, akan berdampak atau akan terjadi tindakan teror berikutnya di tempat lain, begitu seterusnya.
Teori di atas dapat dibuktikan dalam serangan terorisme belakangan hari ini. Perlu diingat pada 7 Agustus tentara Filipina dikabarkan mendapat serangan dari kelompok Abu Sayyaf. Selang 6 hari kemudian di Indonesia, 13 Agustus, Polri menangkap sejumlah orang yang diduga bagian dari jaringan ISIS di kota Solo. Tak lama pula pada tempo beberapa hari kemarin, Bangkok menjadi sasaran. Inilah yang saya maksud gerakan global terorisme.
Dalam memandang aksi teror kita tidak bisa melihat hanya dengan ‘kacamata Kuda’, melihat dengan arah pandang yang sempit. Menganggap aksi teror yang terjadi di luar negeri sebagai aksi yang berdiri sendiri tanpa terikat dengan dampak di dalam negeri adalah sebuah tindakan angkuh yang dapat berakibat fatal. Gejala sekecil apapun yang terjadi diluar sana perlu disikapi dengan cara-cara yang tepat, tidak meremehkan dan juga tidak berlebihan.
Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan aparatur negara perlu dimaksimalkan. Aparat negara berikut kementerian dan lembaga negara terkait perlu memantapkan sistem operasional dan deteksi dini penanggulangan terorisme. Koordinasi antar lembaga adalah salah satu langkah kongkret yang bisa diterapkan. Koordinasi adalah langkah paling efektif untuk saling memberi informasi dan data terkait perkembangan mutakhir perihal keamanan nasional.
Sementara untuk masyarakat perlu dibuat sistem pengaduan dan informasi guna disampaikan kepada aparat terkait. Partisipasi masyarakat dalam pencegahan aksi terorisme menjadi sangat krusial dan penting. Konsolidasi dan koordinasi dengan masyarakat dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah melakukan sosialisasi dan wawasan tentang pengaruh dan bahaya gerakan radikal teror di Indonesia.
Seluruh elemen masyarakat harus dirangkul dalam kegiatan-kegiatan konkret dan nyata. Para imam masjid, ulama, agamawan, dan rohaniawan yang menjadi ujung tombak saat berhadapan dengan umat perlu dibekali sejumlah informasi terkait berbagai perkembangan dan isu terkini terorisme. Masyarakat perlu diberi guidance untuk melakkukan proteksi dan deteksi dini atas berbagai ancaman yang membahayakan.
Peran keluarga juga menjadi sangat penting. Keluarga dihimbau lebih care terhadap perkembangan dan perubahan sanak keluarganya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan perlu kiranya menjadi bahan obrolan sehari-hari di tengah keluarga. Karena sejauh ini, banyak keluarga pelaku teror tak pernah menyangka bahwa anak atau keluarga mereka terlibat jejaring terorisme.
Walhasil, kita berharap agar aksi teror yang semalam terjadi di Bangkok tidak melebar ke wilayah lain di sekitarnya, termasuk Indonesia. Kita pun berharap agar pihak keamanan –beserta seluruh elemen masyarakat- meningkatkan kinerja dan mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menahan aksi teror tersebut. Terakhir tentu saja kita berdoa, agar para pelaku teror diberikan petunjuk oleh Tuhan untuk kembali ke jalan yang benar, jalan yang menghargai nyawa manusia sebagai karya agung Tuhan.
Bersama cegah terorisme!