San Antonio – Setelah rangkaian teror bom di Timur Tengah, kini giliran negara adidaya Amerika Serikat menjadi sasaran. Tidak tanggung-tanggung, lima kali teror bom terjadi di AS. Terakhir, sebuah paket bom meledak di pusat distribusi jasa pengiriman barang FedEx dekat San Antonio, Texas, Amerika Serikat, Selasa (21/3/2018) waktu setempat.
Ledakan kelima di Texas bulan ini membuat para penyidik kebingungan mencari siapa yang jadi dalang serangan berantai. Dikutip dari reuters via laman cnnindonesia.com, seoarang pejabat setempat mengungkapkan paket berisi paku dan potongan logam dikirimkan dari Austin ke alamat lain yang masih ada di wilayah tersebut, sebelum dilimpahkan ke pusat penyortiran di Schertz, 105 kilometer dari sana, dan meledak hingga mengenai seorang pekerja perempuan.
Serangkaian ledakan dalam 18 hari terakhir di Texas, Amerika Serikat, telah menewaskan dua orang dan melukai banyak lainnya. Sementara itu, ratusan penyidik lokal maupun federal kelimpungan mencari pelaku dan motifnya.
“Kami yakin seluruh insiden ini terkait. Itu karena konten spesifik yang ada pada alat-alat peledak ini,” kata Kepala Kepolisian sementara Austin Brian Manley kepada para anggota Dewan Kota Austin.
Sebuah paket lain dikirim oleh orang yang sama ditemukan dan diserahkan kepada pihak yang berwenang, kata FedEx Corp, Selasa.
Fedex tidak menjelaskan lebih lanjut soal paket kedua tersebut, tapi seorang pegawai perusahaan tersebut mengatakan sebuah kota lain sempat terlacak masuk ke kantor Austin. Kantor itu dievakuasi, kata pegawai yang menolak disebutkan namanya itu.
Lewat media, para pejabat meminta pelaku mengungkapkan motif serangan. Mereka juga meminta publik memberikan petunjuk, dengan imbalan $115 ribu untuk siapapun yang bisa membantu memberikan informasi hingga pelaku ditangkap.
“Pasti ada yang tahu sesuatu terkait hal ini,” kata juru bicara Biro Investigasi Federal (FBI) Christina Garza. “Orang yang berada di balik ledakan ini, kami mohon, kami ingin tahu kenapa.”
“Ini jelas perbuatan individu yang sangat gila, atau mungkin ada lebih dari satu individu,” kata Presiden Donald Trump. “Mereka adalah orang gila, dan kami akan kejar.”