Garut – Kabupaten Garut menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan penyebaran radikalisme dan intoleransi yang sangat tinggi. Hal itu karena keberadaan sel-sel kelompok radikal Negara Islam Indonesia (NII) di Garut.
Bahkan terungkap, beberapa pelaku serangan bom bunuh diri di Indonesia diketahui datang terlebih dulu ke Kabupaten Garut sebelum menjalankan aksinya. Kedatangan mereka dimaksudkan untuk meminta izin kepada tokoh-tokoh radikalis dan intoleran yang ada di Garut sebelum melakukan aksi serangan bom bunuh diri.
“Dari kelompok manapun seperti ISIS, JAD dan sebagainya, kalau (mereka) mau melakukan bom bunuh diri pasti minta izin terhadap tokoh-tokoh intoleran dan radikalis di Kabupaten Garut,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut, KH Sirojul Munir. di Mapolres Garut, Kamis (22/12/2022).
KH Munir menuturkan, tokoh-tokoh radikal dan intoleran yang ada di Kabupaten Garut itu merupakan tokoh yang melanjutkan perjuangan DI/TII dari kelompok Fisabilillah. Diungkapkan bahwa para pelaku bom bunuh diri belum bisa melakukan aksinya itu, sebelum meminta izin terlebih dahulu kepada tokoh radikal yang berada di Kabupaten Garut.
“Kalau belum sowan ke tokoh-tokoh kelompok radikal intoleran (di Garut) mereka belum bisa melakukan teror,” ungkapnya.
Ia menyebut sejumlah warga Garut di 42 kecamatan sudah lama diindikasikan terpapar paham radikalisme. Namun menurutnya jumlahnya harus benar-benar dipastikan. Jika hal tersebut dibiarkan oleh pemerintah maka akan berdampak buruk pada keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Nantinya kalau sudah siap, mereka arahnya kesana (jadi teroris baru), kalau betul-betul dibiarkan oleh kita semua oleh pemerintah terutama, mereka akan kudeta merubah negara, sistem pemerintah,” tukasnya.
Ia menambahkan, kelompok radikal tersebut tidak akan mampu mengubah negara dengan cara damai, melainkan akan melakukan cara-cara kekerasan seperti menyebar teror atau angkat senjata.
Ia berharap pemerintah dan seluruh elemen masyarakat terus menerus memperkuat diri dan keimanan agar tidak terkontaminasi oleh paham-paham radikal yang bisa membahayakan keamanan negara.
“MUI dengan aparat penegak hukum saat ini rutin melakukan sosialisasi-sosialisasi, termasuk memberikan pengawasan dan pembinaan terhadap mereka mantan pengikut kelompok radikal,” ujarnya.