Paris – Otoritas Prancis telah menyita senjata dinas dari dua polisi atas dugaan terpapar radikalisme. Ini dilakukan menyusul pembunuhan empat polisi pekan lalu.
Pelaku pembunuhan dalam serangan 3 Oktober tersebut adalah seorang pakar IT kepolisian yang menjadi mualaf sekitar 10 tahun lalu. Menurut para penyelidik, pria itu belakangan telah berubah menjadi radikal.
Buntut penusukan maut itu, Kementerian Dalam Negeri Prancis dalam tekanan untuk menjelaskan bagaimana pihaknya melewatkan tanda-tanda peringatan dari seorang pegawai yang telah bertahun-tahun bekerja di markas kepolisian Paris, tempat dia menikam empat koleganya hingga tewas.
Sumber kepolisian Paris mengatakan seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (12/10) lalu, dua polisi yang ditarik senjata dinasnya, juga atas kecurigaan bahwa mereka telah menjadi radikal. Tidak disebutkan identitas maupun pangkat kedua polisi tersebut.
Sumber tersebut menambahkan, satu dari dua polisi tersebut bahkan terancam untuk dinonaktifkan.
Diketahui bahwa semua polisi Prancis menggunakan pistol semiotomatis sebagai senjata dinas.
Kementerian Dalam Negeri Prancis dilaporkan telah membentuk sebuah unit khusus untuk menelusuri kemungkinan para radikal di kalangan pasukan keamanan negeri itu.
Surat kabar Le Parisien melaporkan pekan ini bahwa, 19 pegawai Kementerian Dalam Negeri saat ini tengah dalam pengawasan karena diduga terpapar radikalisme.