Jakarta – Indonesia di usianya yang sudah 76 tahun masih terus dibayangi ancaman terorisme. Terorisme bahkan sudah seperti ‘hantu’ yang sangat menakutkan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menghilangkan paham kekerasan tersebut. Namun faktanya bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri masih terjadi.
Pelaku bom Bali 1 Ali Imron mengatakan ada sejarah panjang yang menyebabkan jiwa radikal di tengah masyarakat berkembang.
“(Deradikalisasi) itu sampai sekarang saya lakukan. Itu saja sangat sulit untuk mengerem. Jadi sulit sekali. Indonesia ini beda, beda dengan tetangga kita, Malaysia,” kata Ali Imron dikutip dari laman detikcom, Senin (5/4/2021).
Ali Imron saat ini sudah menjalani hukuman selama 18 tahun. Ia mendekam di Rutan Polda Metro Jaya. Ia menyebut Negara Islam Indonesia (NII) pernah ramai disorot dan setelah itu dilarang. Ali Imron dan kawan-kawannya di Jamaah Islamiyah adalah penerus cita-cita tokoh NII.
“Latar belakang Indonesia pernah ada NII, ini ada penerusnya, di antaranya kami ini, Jamaah Darul Islam. Bahkan Jamaah Darul Islam dimasukkan sebagai pemberontakan DI/TII,” ucapnya.
“Kami inilah yang akhirnya mengawali aksi teror dengan cara pengeboman di Indonesia. Jadi latar belakang di situ beda. Lalu ada terjadi juga kerusuhan di Tanjung Priok (tahun) 1984, kerusuhan di Talang Sari, Lampung,” sambung Ali Imron.
Dia menyampaikan peristiwa-peristiwa itu memiliki dampak signifikan terhadap penyebaran paham radikal. Oleh sebab itu, lanjut dia, penanganan terorisme dan radikalisme di Indonesia jauh berbeda dengan negara-negara tetangga.
“Ini kerusuhan-kerusuhan yang membawa dampak yang luar biasa terhadap perkembangan yang dianggap–sekarang bahasanya itu–radikal. Jadi beda, beda sekali kalau disamakan dengan negara-negara yang lain,” tutur Ali Imron.
Dia kemudian menceritakan, konflik horizontal di Indonesia pulalah yang melatarbelakangi dirinya bersama kelompok JI bertolak ke Afganistan. Dia menyebut, sejak 1985 hingga 1996, ada ratusan warga negara Indonesia (WNI) yang hijrah ke Afganistan.
“Begitu juga karena latar belakang itulah, dari kami berangkat ke Afganistan. Ratusan orang dari tahun ’85 sampai ’96, saya yang nutup itu, itu belum selesai,” terang Ali Imron.
“Begitu Taliban berkuasa, mulailah dari orang JI, yaitu Hambali sama Mukhlas almarhum, hubungan sama Osama (Osama bin Laden), kirim lagi ke Afganistan,” lanjut Ali Imron
Ali Imron dan kelompoknya kemudian menemukan masyarakat yang dinilai satu perjuangan dengan mereka di Mindanao, Filipina Selatan.
Ali Imron memohon kepada masyarakat untuk tak mengembuskan isu liar tatkala ada kejadian teror. “Mohon jangan berkomentar seperti itu, contohnya kalau ada aksi (teror), ‘Oh itu rekayasa’, ‘Oh itu konspirasi,” tutup Ali Imron.