Terorisme Sifatnya Merusak dan Anarkis Untuk Ciptakan Rasa Takut

Banjarmasin – Teror dan jihad adalah dua perbuatan yang harus dipahami
dasarnya. Hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh
perorangan, kelompok, maupun negara, sedangkan hukum jihad adalah
wajib.

Hal itu dikatakan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan
Selatan Nasrullah di depan peserta Penguatan Kapasitas dan Kompetensi
Personel TNI, Polri, dan Instansi Terkait di Kalsel, di Banjarmasin,
Kamis (11/9/2024). Menurutnya, terorisme sifatnya merusak (ifsad) dan
anarkhis atau chaos (faudha), tujuannya untuk menciptakan rasa takut
dan/atau menghancurkan pihak lain, dan dilakukan tanpa aturan dan
sasaran tanpa batas.

“Sedangkan jihad sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun
dengan cara peperangan, tujuannya menegakkan agama Allah dan atau
membela hak-hak pihak yang terzholimi, dan dilakukan dengan mengikuti
aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang sudah
jelas,” kata Nasrullah.

Nasrullah menjelaskan bahwa, terorisme merupakan tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius
terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia
serta merugikan kesejahteraan masyarakat.

“Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan
baik, bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar
biasa yang tidak membeda-bedakan sasaran,” katanya.

Sedangkan perbuatan bom bunuh diri dan ‘amaliyah al istisyhad’
dijelaskan bahwa orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk
kepentingan pribadinya sendiri sementara pelaku ‘amaliyah al-istisyhad
mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya.

Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas
ketentuan Allah sedangkan pelaku ‘amaliyah al-Istisyhad’ adalah
manusia yang seluruh cita-citanya tertuju untuk mencari rahmat dan
keridhaan Allah SWT.

“Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk
tindakan keputusasaan dan mencelakakan diri sendiri, baik dilakukan di
daerah damai maupun di daerah perang,” katanya.

Sedangkan ‘amaliyah al-Istisyhad’, atau tindakan mencari kesyahidan
dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad bin-nafsih yang
dilakukan di daerah perang, atau dalam keadaan perang, dengan tujuan
untuk menimbulkan rasa takut dan kerugian yang lebih besar di pihak
musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
terbunuhnya diri sendiri, ini berbeda dengan bunuh diri.

Dia mengemukakan, MUI sebagai lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi
para ulama, zuama, dan cendikiawan Islam membimbing, membina, dan
mengayomi umat Islam di Indonesia.

Melalui pendekatan keagamaan, MUI juga memiliki peran strategis untuk
bekerja sama dengan pemerintah dalam hal ini bersama Badan Nasional
Penanggulangan Terorrisme (BNPT) terhadap upaya menangkal radikal
terorisme.