Terorisme yang ada selama ini bergerak dalam ruang lingkup tersendiri, dimana mereka sendiri yang menentukan batas-batas wilayah operasinya. Artinya, terorisme memiliki definisi tersendiri atas batasan wilayah, baik wilayah kota maupun wilayah negara. Khusus untuk terorisme yang masih memelihara keinginan mendirikan daulah islamiyah (negara Islam), mereka menciptakan sendiri batas-batas wilayah. Dalam konteks pergerakan terorisme di Indonesia misalnya, gembong-gembong terorisme seperti Nurdin M Top. Dr Azhari, Umar Patek, Dulmatin, Hambali, Abu Tolut, dll, semuanya bertekad mendirikan Daulah Islamiyah Asia Tenggara. Mereka kemudian menentukan batas-batas wilayah dengan mengkapling-kapling wilayah menjadi zona operasional yang mereka sebut Mantiqi.
Kelompok ini pun membagi batasan wilayah kedalam 4 Mantiqi, yakni; Mantiqi 1 meliputi Sebagian wilayah Malaysia dan Singapura, Mantiqi 2 meliputi wilayah Jawa, Sumatera, dan Bali. Mantiqi 3 meliputi wilayah Sabah, Serawak (Malaysia), Filipina Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah (Filipina), dan Mantiqi 4 yang meliputi Australia, Selandia Baru, dan Papua. Karenanya bisa dikatakan bahwa selama ini Perbatasan antar negara tidak ada nilainya bagi para teroris.
Para teroris juga berulang kali tercatat mengganti identitas setiap kali mereka masuk ke wilayah negara lain. Hampir semua teroris menggunakan paspor dan identitas palsu, kalau mereka masuk ke suatu wilayah maka mereka akan hilangkan semua identitas diri mereka, dan begitu sampai di tempat tujuannya, mereka membuat paspor palsu. Hal ini tentu dimaksudkan agar mereka tidak terdeteksi pihak yang berwajib, sehingga mereka bisa bebas melakukan aksi-aksi teror yang mencederai nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Ideologi dan aksi teror tentu tidak boleh dibiarkan, karena hal itu sangat mengancam keutuhan dan kemajemukan kita sebagai bangsa yang beradab. Karenanya untuk menghentikan terorisme masyarakat harus bersama-sama membangkitkan daya cegah dini terhadap berbagai jenis terorisme, salah satunya dengan mengaktifkan kembali wajib lapor jika ada hal-hal yang mencurigakan, sehingga hal tersebut dapat segera diatasi.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan memaksimalkan peran dan kerja Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang kini telah hadir di 32 Provinsi di seluruh Indonesia. Forum ini adalah mitra strategis BNPT yang ada di daerah. Aparatur pemerintah dari tingkat desa sampai dengan pusat juga harus bekerja sama bahu-membahu untuk mengatasi masalah terorisme ini, khususnya dengan melakukan kolaborasi pengawasan keluar masuk orang dari dan ke suatu negara.