Kupang – Aksi terorisme yang terjadi belakangan ini sesungguhnya bukan hal yang baru, aksi jahat ini telah terjadi sejak sangat lama. “Di Indonesia terorisme sudah terjadi sejak lama, khususnya sejak kekecewaan kartosuwiryo. Teman Soekarno yang sama-sama memperjuangkan Indonesia ini kecewa karena ternyata setelah merdeka, Indonesia tidak berdiri sebagai negara Islam,” demikian dijelaskan oleh Nasir Abas siang ini, Kamis (09/06/16).
Bertindak sebagai narasumber dalam dialog Pelibatan Masyarakat Dalam Mencegah Paham Radikal-Terorisme Melalui Perspektif Sosial dan Budaya di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dihelat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Nasir Abas menjelaskan betapa terorisme itu nyata dan bahayanya sangat besar.
Bayangan tentang pendirian negara Islam di bumi Indonesia masih menjadi alasan kuat bagi kelompok radikal untuk merawat radikalisme-terorisme. Ketika kelompok NII (Negara Islam Indonesia) terusir dari Indonesia dan kabur ke Malaysia, mereka ternyata bukan hanya sembunyi. Mereka menyebarkan ajaran kekerasannya dan mulai melakukan rekrutmen kepada warga sekitar. “Seperti saya ini, saya direkrut sejak usia belia,” sambungnya.
Orang-orang yang telah direkrut itu kemudian dikirim ke kamp-kamp pelatihan ala militer di Afghanistan, dan ada banyak orang Indonesia yang ikut berangkat untuk berlatih perang di negeri itu.
“Tujuan orang Indonesia datang ke Afghanistan adalah kembali ke Indonesia untuk berperang dan menegakkan Negara islam,” tegasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa terorisme bukan hanya tentang perilaku kasar, tetapi –dan ini yang sangat berbahaya– keyakinan bahwa kekerasan diperbolehkan dan bahkan diperintahkan demi kepentingan agama. Keyakinan salah ini mempengaruhi banyak orang untuk menebar kekerasan, seperti melakukan aksi teror.
Kini terorisme telah memasuki fase baru, sebuah fase di mana paham terror dapat disebar dengan sangat mudah. Utamanya dengan kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi, paham kekerasan dapat disebar dengan sangat mudah, hanya dengan menjentikkan jari. “Jaman dulu kalau mau sebar selebaran, harus fotocopy dulu yang banyak. Setelah itu harus disebar secara manual. Sekarang tinggal ‘klik’,” terangnya.
Paham teror pun kini disebutnya tidak hanya mentargetkan umat muslim, non-muslim pun sudah masuk dalam target rekruitmen. Ia mencontohkan kasus gembong narkoba Fredi Budiman, “Fredi ini bukan muslim, dia terpidana kasus narkoba, tapi dia direkrut juga. Dia pun sudah memberi dana,” jelasnya.
Ketika membahas tentang ISIS, Nasir mengkritisi posisi ISIS yang menurutnya bukan mujahid. ISIS menurutnya sudah keterlalu, mereka pun tidak memiliki ketentuan yang jelas. ISIS bahkan terkenal mudah membunuh siapa saja yang berbeda dengan mereka, “Maka di mana jihadnya?”