Tepat pukul 10.30 WIB, dialog pertama yang menghadirkan Pengurus Pusat IPIM, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yakub dan Ust. Abdurrahman Ayyub (mantan anggota teroris). Dalam paparannya, Prof. Ali Mutasa menjelaskan bahwa penyebab terorisme ada tiga; 1. Ketidakadilan, setiap bentuk tidak adil selalu menimbulkan perlawanan, yang tidak jarang melibatkan anarkisme. Ia mencontohkan beberapa ketidakadilan dalam kasus penistaan agama yang tidak segera ditindakanjuti, sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat.
Penyebab kedua adalah adanya oknum-oknum yang sengaja menciptakan terorisme. Hal ini seperti diakui oleh Edward Snowden dan Hillary Clinton yang menyatakan bahwa terorisme memang sengaja diciptakan untuk kepentingan tertentu. Penyebab terakhir, dan ini yang paling sering terjadi saat ini, adalah kesalahan dalam memahami agama. Bukti nyata dari hal ini adalah adanya ajaran-ajaran yang mengajarkan agar membunuh non-muslim dimanapun mereka berada.
Ia pun menjelaskan bahwa peperangan yang mengatasnamakan agama bukanlah perang yang disebabkan oleh agama; ada faktor-faktor lain yang menyebabkan perang terjadi. Di Indonesia sendiri, katanya, bangsa ini pernah memerangi orang-orang Belanda, tetapi bukan karena mereka non-muslim, namun karena sebab penjajahan. “Salah satu kesalahat fatal dalam beragama adalah penggunaan ajaran agama yang tidak kontekstual; memberlakukan ayat-ayat perang dalam kondisi masyarakat yang sudah damai,” jelasnya.
Sementara itu, ust. Abdurrahman Ayyub dalam pemaparannya menjelaskan bahwa Kelompok terorisme sengaja memutus rangkaian tafsir alquran, beberpa bahkan merasa memiliki pemahaman alquran yang jauh lebih baik dari rasulullah. Sehingga para pengikutnya lebih percaya pada tafsiran teroris daripada penjelasan Rasulullah.
Ia lantas bercerita pengalaman pribadinya selama menjadi anggota terorisme, menurutnya jika ada orang yang menganggap bahwa Amerika turut memainkan peran dalam terorisme, hal itu bisa dibenarkan. Karena berdasarkan pengalamannya, memang ada beberapa orang Amerika yang turut melatih militer mujahidin Afganistan, salah satu sebabnya karena mereka menyediakan senjata untuk aksi-aksi terorisme.
Ketika ditanya oleh peserta alasannya keluar dari kelompok teroris, lelaki yang sempat menjadi ketua mantiqi 4 di Australia ini menyatakan bahwa semuanya karenanya hidayah Allah. “Dulu saya dibilang khawarij, saya pun marah. Karena dalam sebuah hadis disebutkan bahwa khawarij adalah anjing-anjing neraka. Masak iya perjalanan saya selama ini hanya untuk menjadi anjing di neraka?,” jawabnya. “Tetapi justru dari situ saya mulai berfikir dan akhirnya menemukan hidayah untuk keluar dari kelompok teroris,” tutupnya yang langsung disambut tepuk tangan meriah dari peserta dialog.
Ia juga menjelasakan bahwa terorisme adalah musuh agama; karena dalam terorisme, agama hanya digunakan sebagai kamuflase. “Mereka memahami Islam hanya sebatas tengorokan, tidak sampai ke hati,” tegasnya.
Di akhir sesi ia mengingatkan kepada para orang tua untuk mulai mengawasi anak-anak mereka, terutama bahan bacaan yang mereka akses dari dunia maya, karena saat ini baiat terhadap kelompok teroris dapat dilakukan secara online.