Jakarta – BNPT kembali menghelat kegiatan yang melibatkan banyak pihak. Kali ini bertempat di Ibukota Republik Indonesia, Jakarta menjadi tuan rumah perhelatan ini. Para peserta yang berasal dari berbagai instansi Kementerian dan lembaga dan stakeholder lain wilayah perbatasan akan urun rembug terkait SOP Pengawasan Ancaman Terorisme sepanjang hari ini, Selasa (24/11/2015).
Para peserta tersebut berasal dari sejumlah stakeholders pemerintah dan masayarakat, seperi keimigrasian, kepolisian, kejaksaan, TNI, dan tokoh masyarakat yang punya peran penting dalam ranah sosial masyarakat perbatasan. Uji Publik ini akan mengetengahkan sekaligus memberikan wawasan kepada sejumlah stakeholders tersebut tentang ancaman terorisme di wilayah perbatasan.
Sebagaimana diketahui, wiayah perbatasan –baik di luar maupun dalam negeri- merupakan salah satu faktor masuknya bahaya terorisme dalam sebuah negara. Lemahnya pengawasan perbatasan dijadikan celah bagi para pelaku kejahatan untuk melebarkan aksinya. Kejahatan seperti pembalakan liar, impor barang ilegal, penangkapan ikan ilegal, penyelundupan manusia, dan juga terorisme adalah ekses langsung dari lemahnya pengawasan perbatasan.
Dalam hal terorisme, Indonesia pernah merasakan dampak langsung akibat lemahnya sistem pengawasan di wilayah ini. Pergerakan organisasi teroris transnasional di beberapa tahun silam, seperti yang dilakukan oleh kelompok Jamaah Islamiyah, bertumpu pada wilayah perbatasan ini.
“Sejumlah nama gembong teroris, seperti Azahari, Noordin Top, Nassir Abbas, Hambali, Umar Patek, dan sebagainya terbukti menggerakkan kelompoknya melewati perbatasan Filipina-Malasyia-Indonesia bahkan hingga ke negara-negara Eropa. Pergerakan kelompok teroris di wilayah ini tidak terbatas hanya pada penyelundupan para pelaku teroris saja, melainkan juga penyelundupan senjata yang digunakan untuk kegiatan terorisme,” sebagaimana diungkap oleh Direktur Pencegahan Deputi 1 Brigjen Pol Hamidin, Selasa (24/11/2015).
Teori masuknya para pelaku terorisme ke Indonesia lewat dan memanfaatkan lemahnya sistem pengawasan perbatasan bukan sekedar isapan Jempol. Sejumlah mantan anggota jaringan terorisme pun telah membenarkan teori ini. Mereka mengaku menggunakan jalur perbatasan yang lemah untuk menyelundup masuk ke Indonesia, demikian seperti yang pernah disampaikan ara mantan teroris seperti Nasir Abbas, Abdurrahman Ayyub, Ali Fauzi, Umar Patek, dan sebagainya.