Jakarta – Keberadaan kelompok-kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS dan Al-Qaeda di Afrika membuat beberapa negara di Afrika Utara, Tengah, dan Barat, sering dilanda teror kekerasan. Serangan sporadis sering dilakukan kelompok teroris tersebut yang membuat ratusan bahkan ribuan nyawa aparat keamanan dan warga sipil melayang.
Kondisi itu dimanfaatkan Amerika Serikat yang sedang menancapkan pengaruhnya di sejumlah negara Afrika, yang sedang berjuang melawan pemberontakan dari militan afiliasi ISIS dan Al-Qaeda. Mereka memanfaatkan kesibukan Rusia di perang Ukraina, sehingga mengurangi aktifitasnya di Benua Hitam itu.
Pasukan AS memimpin latihan kontra-terorisme tahunan di Afrika Barat. Mereka mendesak negara-negara pesisir Afrika bekerja sama untuk menahan penyebaran pemberontak, daripada mengandalkan kekuatan non-Barat seperti dilakukan Mali tahun lalu dengan menyewa tentara bayaran Rusia.
Hubungan antara Rusia dan AS menjadi lebih bermusuhan sejak Moskow menginvasi Ukraina setahun lalu, dan Washington serta sekutunya menentang pengaruh Rusia di Afrika Barat.
Selama latihan bulan ini di Ghana utara, para pelatih mendesak pasukan untuk berbagi nomor telepon dengan mitra asing yang beroperasi di perbatasan, seringkali hanya terpisah beberapa kilometer. Di tempat lain, tentara Afrika juga diajar menggunakan sepeda motor, seperti yang dilakukan para pemberontak, untuk kecepatan dan kemampuan manuver mereka.
Dibanjiri oleh kelompok-kelompok militan, dan di tengah pertikaian dengan bekas kekuatan kolonial Prancis, pemerintah militer Mali tahun lalu menyewa tentara bayaran Rusia Grup Wagner, yang kini memainkan peran kunci di Ukraina. Hal ini mengkhawatirkan pemerintah Barat dan PBB yang mengatakan langkah tersebut telah menyebabkan lonjakan kekerasan.
Mali, yang pemerintahnya mengambil alih kekuasaan dalam kudeta militer 2021, sebelumnya mengatakan pasukan Rusia bukanlah tentara bayaran, melainkan pelatih yang membantu pasukan lokal dengan peralatan dari Rusia.
“Anda memiliki pemerintah dengan begitu banyak masalah sehingga mereka mulai menjangkau aktor jahat lainnya yang mungkin lebih mengeksploitasi sumber daya di negara-negara tersebut,” kata Kolonel Robert Zyla dari Komando Operasi Khusus Afrika (SOCAF) AS kepada Reuters pada latihan di Ghana, dikutip dari laman Tempo.co.
“Bandingkan itu dengan apa yang kami coba bawa, yaitu kemitraan antara tetangga dan negara demokratis lainnya.”
Dalam latihan bulan ini, tentara berpatroli di tanah tandus yang dipenuhi semak-semak tipis. Inti dari strategi ini adalah melibatkan komunitas perbatasan dan memastikan tentara bekerja sama di wilayah di mana perbatasan terbentang ratusan mil di padang pasir yang jarang penduduknya.
“Tidak ada satu negara pun yang dapat menyelesaikan ini sendiri,” kata Zyla. “Ke depannya, ini akan menjadi tentang mengajari negara-negara di kawasan ini bagaimana menjangkau lintas batas dan berbicara.”