Teror Gereja St.Lidwina Bukti Kelompok Intoleran Ancam Kerukunan Umat Beragama

Semarang – Teror lone wolf di Gereja St. Lidwina Bedog, Sleman, DIY, Minggu (11/8/2018), merupakan bukti kelompok intoleran tengah mengancam kerukunan umat beragama di Indonesia. Ketegasan pihak kepolisian akan jadi kunci untuk memukul balik gerakan ini.

“Ini menandakan apa? tidak lain karena kelompok intoleransi ini merasa semakin percaya diri sehingga mereka semakin berani terang-terangan dalam melakukan aksinya, entah ini ada kaitannya dengan situasi politik atau tidak, yang jelas ini berbahaya bagi kerukunan umat beragama,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin, di Semarang, Minggu (11/2) seperti dikutip dari Antara via cnnindonesia.com.

Tedi menambahkan, kasus sejenis terjadi di Desa Siwal, Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, pada (19/8/2017). Ketika itu, sekelompok orang berpentutup wajah membawa senjata tajam menyerang warga dan anggota Barisan Ansor Serbaguna yang sedang bertugas menjaga acara HUT RI.

“Atas dasar perbedaan keyakinan keagamaan, mereka semakin terbuka dalam melakukan penolakan kegiatan keagamaan, pengusiran tokoh yang berbeda agama, bahkan penyerangan secara langsung dan membabi buta,” ujarnya.

Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menambahkan, keterbukaan kaum intoleran dalam melakukan aksinya didukung juga oleh lemahnya penegakan hukum. Ini tercermin dalam insiden yang menimpa Ahmadiyah, di Cikeusik, Pandeglang, Banten, 2011.

Sebanyak enam pengikut Ahmadiyah meninggal dunia. Sementara, para pelaku hanya divonis hukuman penjara tiga sampai enam bulan penjara. Pengikut Ahmadiyah pun mendapatkan vonis serupa karena dianggap memicu keresahan.

“Biasanya pihak minoritas cenderung dipaksa mengalah dan dikorbankan agar konflik tidak meluas dan berkepanjangan,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhd Abdullah Darraz menilai, kekerasan terhadap umat beragama sebagaimana terjadi di Gereja Bedog, Sleman, Yogyakarta, dapat mengoyak kerukunan beragama jika tidak ditangani dengan baik oleh unsur-unsur terkait.

“Jangan sampai kasus-kasus semacam ini menguap begitu saja sehingga menciptakan tanda tanya dan kecurigaan di benak publik yang mungkin bisa turut mengoyak jalinan hubungan sosial-keagamaan di Indonesia,” cetusnya.