Kabul – Teror bom seperti menjadi rutinitas di Afghanistan, salah satu negara di dunia yang terkenal paling berbahaya untuk hidup. Keberadaan kelompok pemberontak Taliban dan pecahan mantan anggota ISIS, menjadikan Afghanistan selalu menjadi ajang pemboman.
Seperti yang terjadi di ibukota Afghanistan, Kabul, Rabu (10/2/2021) pagi. Sebuah bom meledak yang menewaskan dua orang. Salah satunya adalah kepala polisi setempat.
Dilansir AFP, Rabu (10/2/2021) kekerasan yang terjadi di Kabul itu muncul mengikuti pola serangan yang kerap terjadi pada pagi hari. Serangan itu biasanya menargetkan warga Afghanistan terkemuka termasuk politisi, jurnalis, aktivis dan hakim.
Juru bicara polisi, Ferdaws Faramarz mengatakan kepada wartawan bahwa dua orang tewas dan beberapa orang lainnya cedera akibat ledakan bom di jantung kota Kabul itu.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Tariq Arian menyebut salah satu dari korban tewas adalah seorang kepala polisi distrik di ibu kota.
Beberapa menit sebelumnya, ledakan lain yang menargetkan kendaraan di distrik yang sama melukai empat orang. Ledakan ketiga menargetkan kendaraan polisi di distrik Paghman di pinggiran Kabul.
Pihak berwenang tidak mengatakan apakah ledakan itu disebabkan oleh ‘bom lengket’ yang melekat pada kendaraan, atau ada alat peledak rakitan di pinggir jalan.
Ledakan ini terjadi sehari setelah sekelompok gerilyawan menembak mati empat pegawai pemerintah dalam penyergapan di Kabul. Sejauh ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Para pejabat Afghanistan dan Amerika Serikat menyalahkan Taliban atas gelombang kekerasan itu, tetapi kelompok tersebut membantah tuduhan itu.
Lonjakan kekerasan di Afghanistan terus terjadi sejak pembicaraan damai Taliban dan pemerintah di mulai September 2020 lalu. Namun, sejauh ini belum ada hasil yang dicapai antar kedua pihak. Negosiator pemerintah mendorong gencatan senjata permanen, tetapi kelompok Taliban sejauh ini menolak seruan untuk gencatan senjata.
Meningkatnya kekerasan telah membuat pemerintahan Presiden AS Joe Biden meluncurkan peninjauan kembali kesepakatan yang ditandatangani antara Washington dan Taliban tahun lalu, di mana AS akan menarik semua pasukannya dari Afghanistan dalam beberapa bulan ke depan.