Teror Berkembang di Indonesia Sejak ISIS Masuk Tahun 2014

Teror Berkembang di Indonesia Sejak ISIS Masuk Tahun 2014

Bali – Kapolda Bali, Irjen Pol Petrus Reinhard Golose menjadi narasumber dan memaparkan materi tentang situasi keamanan dan terorisme di Indonesia di acara OSAC Country Councils yang diselenggarakan oleh Konsulat Amerika Serikat di Hotel Courtyard Marriott, Nusa Dua, Bali, Selasa (30/4) lalu.

Acara ini juga dihadiri Mark McGovern dari U.S. Consul General Surabaya, Brendan Murray dari RSO Jakarta, U.S. Embassy Jakarta, Abraham Ramirez dari RSO Surabaya.

Dalam pemaparannya, Golose mengatakan, perkembangan teror berawal dari adanya kelompok Islamic State (ISIS) yang masuk ke Indonesia pada tahun 2014.

Hingga saat ini masih ada beberapa jaringan teroris aktif di Indonesia. Modus operandi mereka selalu berubah dari konvensional menjadi modern dengan memanfaatkan jaringan internet.

“Serangan teroris di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari bom yang dipasang di tubuh, menggunakan alat, dengan membakar atau melempar dan meledakan bom seperti bom panci,” jelasnya disitat dari tribratanews.

Baca juga : Usai Kalah di Irak & Suriah, ISIS Menuju Afghanistan dan Rencanakan Serangan ke AS

Kapolda juga menyampaikan upaya pencegahannya, Polri memperketat pemeriksaan kendaraan, parcel, koper, tas ransel atau paket yang mencurigakan dan mengidentifikasi masyarakat yang tidak ada kepentingan.

Kemudian memonitor aktivitas warga yang mencurigakan. Apabila terjadi peristiwa, Polda Bali selalu siap mengevakuasi dan mengamankan TKP (Tempat Kejadian Perkara).

Polisi melaksanakan monitoring situasi keamanan dengan cara memantau CCTV yang ada di Gedung Command Center Polda Bali. Bahkan Command Center Polda Bali sudah terhubung dengan aplikasi Salak Bali. Apabila terjadi gangguan Kamtibmas, masyarakat bisa melaporkan kejadian tersebut dengan menekan tombol SOS.

“Silahkan download aplikasi Salak Bali di smartphone Anda dan hubungi nomor 110 untuk emergency call Polda Bali,” jelas Kapolda.

Kapolda juga menambahkan bahwa strategi untuk menanggulangi aksi teror di Indonesia dilakukan dengan soft approach dan hard approach.

Untuk soft approach dilakukan dengan cara mencegah berkembangnya paham radikalisme, deradikalisasi dan kesiapsiagaan nasional, seperti melaksanakan apel satuan, pengecekan personel dan sarana prasarana serta memetakan kerawanan dan kegiatan teroris.

“Yang paling utama, mengimplementasikan penganggulangan radikalisme dengan cara mensosialisasikan Pancasila dan UUD 1945. Mengidentifikasi elemen sosial yang memiliki paham radikal dan mencegah penyebaran paham radikaslisme. Mengajak media untuk terus meggelorakan semangat persatuan dan kesatuan NKRI serta mencegah penyebaran idiologi terorisme,” Golose menegaskan.