Ankara – Pemerintah Turki mendeportasi seorang jurnalis asal Belanda, Ans Boersma (31) pada Kamis (17/1) kemarin. Hal itu dilakukan karena Turki menerima informasi dari kepolisian Belanda pewarta itu dicurigai memiliki keterkaitan dengan kelompok teroris di Suriah.
Ans adalah jurnalis lepas berbasis di Istanbul. Dia bekerja untuk surat kabar keuangan Belanda, Het Financieele Dagblad sejak Februari 2017.
“Saya ditangkap kemarin (16/1), dideportasi pagi ini. Terbang detik ini,” kata Ans dalam sebuah grup olahpesan jurnalis asing di Turki, seperti dikutip AFP, Jumat (18/1).
Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun mengatakan Ans dideportasi karena sama sekali tidak terkait dengan kegiatan jurnalistiknya selama tinggal di Turki.
“Pihak berwenang Turki baru-baru ini kedatangan intelijen dari kepolisian Belanda, dan mengatakan bahwa (Ans) Boersma memiliki keterkaitan dengan organisasi teroris dan meminta informasi mengenai pergerakannya baik di dalam maupun diluar Turki,” kata Altun.
Altun mengatakan Ans dicurigai memiliki hubungan dengan Front Al-Nusra, kelompok bersenjata yang sempat dekat Al-Qaeda yang beroperasi di Suriah. Mereka kini dikenal sebagai Hayat Tahrir al-Sham.
“Kami bertindak berdasarkan informasi yang diberikan oleh intelijen Belanda dan mengambil tindakan pencegahan,” kata Altun.
Surat kabar tempat Boersma bekerja, Financieele Dagblad melaporkan kalau sang pewarta menjalin hubungan hingga musim panas 2015 dengan seorang lelaki Suriah. Pria itu kemudian ditangkap di Belanda pada musim gugur tahun lalu karena disebut menjadi anggota Front Al-Nusra.
“Dan Ans berpikir mungkin deportasinya terkait dengan hubungan itu,” demikian isi laporan surat kabar tempat Ans bekerja.
Kantor kejaksaan Belanda menyatakan Ans memang menjadi salah satu subyek penyelidikan terkait terorisme.
“Penyelidikan terkait dengan dugaan terorisme yang dilakukan oleh tersangka lain,” demikian pernyataan Kejaksaan Belanda.
“Dikarenakan tingkat keseriusan ancaman itu, kami bekerja sama dengan teman dan sekutu kami, termasuk Belanda, dan mengandalkan wawasan mereka untuk mengidentifikasi dan menetralisir ancaman terhadap keamanan Turki dan Eropa,” kata Altun.
Seorang pejabat Turki yang tidak ingin namanya disebutkan, mengatakan kepada AFP pihak berwenang tidak akan mengeluarkan kartu pers Boersma jika memang terlibat dalam masalah terorisme. Pejabat itu mengatakan surat identitas pers Ans masih berlaku hingga 31 Januari 2019.
Para pembela hak asasi manusia di Turki menyatakan deportasi terhadap Ans adalah bentuk pengekangan kebebasan pers yang dilakukan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Di masa pemerintahan Erdogan, belasan jurnalis dan aktivis masyarakat sipil dibui.
Turki berada pada peringkat 157 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2018, versi lembaga Jurnalis Tanpa Batas.
Pada Desember 2018, pengadilan Turki memerintahkan pembebasan seorang mahasiswa dan jurnalis Austria, Max Zirngast yang dituduh sebagai anggota kelompok teroris.
Max Zirngast, yang menulis untuk majalah sayap kiri berbahasa Jerman, Revolt ditangkap di Ankara pada September 2018.