Ankara – Ketika pihak berwenang Turki melanjutkan legislasi untuk membebaskan ribuan tahanan sebagai upaya mencegah penyebaran pandemi virus corona, beberapa kelompok hak asasi manusia (HAM) mengecam pemerintah Turki karena mengecualikan tahanan dengan dakwaan politik terorisme.
Mereka adalah para pembangkang, pembela HAM, dan jurnalis yang dipenjara dengan tuduhan melakukan terorisme.
Pada Selasa (31/3) lalu, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa, dengan dukungan aliansi oposisi Partai Aksi Nasionalis (MHP), mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada parlemen Turki untuk membahas kepadatan dalam sejumlah penjara selama pandemi COVID-19. Jika disetujui, Turki akan sementara atau secara permanen membebaskan hingga 90 ribu tahanan.
Kalangan pendukung HAM berpendapat perlunya mencari cara untuk mengurangi populasi penjara di tengah pandemi COVID-19. Namun keputusan itu muncul dalam konteks politik dan hukum yang memungkinkan pemerintah Turki memberlakukan undang-undang anti-terorisme secara sewenang-wenang untuk menarget lawan-lawan politik yang berbeda pendapat.
“Dalam kasus Turki, itu berarti seperangkat undang-undang anti-terorisme yang sangat luas, diterapkan secara sewenang-wenang dan dipersalahgunakan terhadap masyarakat secara keseluruhan, khususnya menarget sejumlah kelompok tertentu,” Nate Schenkkan, direktur penelitian khusus dari Freedom House menjelaskan kepada VOA