Marseille – Tragedi penikaman terhadap penumpang kereta api, kembali terjadi di Stasiun Utama Kota Marseille. Seorang pria yang terindikasi berasal dari kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), menikam sampai mati dua orang wanita pada Minggu (1/10/2017). Kedua korban, berusia 17 dan 20 tahun, tewas dengan luka tusuk di leher dan di perut.
Polisi menyebutkan aksi itu besar kemungkinan adalah aksi terorisme. Sebanyak 200 polisi telah menutup tempat kejadian dan semua jalan ditutup. Seorang saksi mata mengatakan melihat seorang pria mencabut pisau dan
kemudian menikam seorang perempuan muda, kemudian menikam seorang lagi sambil berteriak, “Allahu Akbar”.
Seperti dikutip dari ‘reuters’. saksi mata perempuan ini kemudian melihat tentara bagian dari Operasi Sentinelle yang sedang berpatroli di daerah itu, kemudian tiba di lokasi stasiun Gare Saint-Charles. Mereka menembak mati si pelaku. “Kalau tentara tidak di sana, kemungkinan akan lebih banyak yang mati,” kata Samia Ghali, seorang anggota legislatif di Marseille, Senin (2/10/2017).
Polisi Marseille sendiri seperti menemui jalan buntu karena tidak menemukan identitas pada diri si pelaku. Dua sumber kepolisian Marseille mengatakan, penyerang menggunakan pisau pemotong daging, berusia sekitar 30 tahunan, dan berpenampilan seorang orang Afrika utara. Tapi tidak ditemukan identitas apapun pada pelaku.
Kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab terhadap penikaman dua perempuan di stasiun kereta di Marseille, Prancis. Seperti dikutip kelompok monitoring SITE dari Amaq, kantor berita propaganda ISIS, mereka mengatakan, eksekutor penikaman di Marseille adalah dari tentara ISIS.
Terkait kejadian tersebut, Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerard Collomb mengatakan, lusinan saksi mata telah ditanyai oleh polisi. “Tindakan ini sebetulnya termasuk tindakan terorisme, tapi saat ini kami belum bisa mengkonfirmasi itu,” katanya seperti dilansir AFP .
Serangan ini terjadi hanya beberapa hari setelah ISIS merilis rekaman sosok yang diduga pemimpin mereka, Abu Bakr al-Baghdadi, yang menyerukan pengikutnya menyerang musuh-musuhnya di Barat. Prancis menghadapi sejumlah serangan teror cukup besar sejak 2015, termasuk penyerangan ke kantor majalah Charlie Hebdo pada Januari 2015, disusul serangan ke bar dan concert hall Bataclan, sepuluh bulan kemudian.
Di Nice pada Juli 2016, 86 orang tewas ketika teroris menabrakkan truk ke kerumunan orang yang sedang menikmati pertunjukan kembang api pada perayaan Bastille Day. Beberapa kali juga terjadi serangan-serangan kecil kepada petugas polisi, tentara, atau pejabat publik. Meski kadang-kadang dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan jiwa juga.