Jakarta – Sikap keras terdakwa bom Thamrin dan Kampung Melayu, Aman Abdurrahman dengan ideologi radikalnya masih juga belum turun, meski berstatus terdakwa. Hal itu terlihat pada sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/4/2018).
Pada persidangan ini, Aman menyebut sistem pemerintahan Indonesia tak sesuai ajaran Islam dan DPR selaku pembentuk UU sebagai lembaga kafir. Jawaban itu diutarakan Aman saat hakim Irwan bertanya tentang istilah thogut yang ada dalam buku karangan Aman.
Aman menjelaskan secara rinci maksud dari thogut itu sendiri yang melampaui batas karena telah merubah membuat hukum sendiri di Indonesia.
“Dalam Al Quran kata thogut disebut tujuh kali, Kalimat thogut itu secara bahasa togo artinya melampaui batas, adapun istilah syar’i yaitu setiap segala sesuatu yang melewati batasnya baik yang diikuti dan ditaati. Kalimat pokoknya pertama setan, penguasa yang merubah untuk membuat hukum kalau di sini DPR, MPR,” jelas Aman dikutip dari detik.com.
“Itu DPR disebut kafir?,” tanya hakim
“Ya otomatis (kafir),” ucap Aman.
Ia memperjelas tugas DPR yang melahirkan Undang-undang. Menurutnya, dalam ajaran hukim syar’i seharusnya islam tidak mengatur administrasi secara khusus melainkan semua proses itu harusnya diserahkan kepada Allah dan imam.
Selain sistem pemerintahan Indonesia yang membuat hukum sendiri, Aman dalam bukunya juga tidak menganjurkan muslim untuk memilih dalam Pemilu.
“Setahu saya nggak ada buat kewajiban mengikuti Pemilu, kalau punya identitas KTP tidak diharamkan, tapi kalau pemilu tidak boleh,” imbuh Aman.
Aman juga menyebut negara Indonesia, negara yang kafir karena ideologinya bukan ideologi Islam dan sistem pemerintahannya demokrasi bukan sistem hukum Allah.
Kemudian, Hakim juga membahas mengenai video call antara dirinya dengan Abu Musa, saat itu Aman mengisi tausyiah melalui video call yang salah satu isinya ada menyampaikan kalau anak-anak jangan diperbolehkan untuk bersekolah di sekolah negeri.
Aman menjawab karena sekolah negeri mendoktrin anak untuk mempunyai pemikiran yang bertentangan dengan ajaran tauhid.
“Tidak boleh (sekolah negeri) kalau pendiidikan nasional kan loyalitas kepada pancasila dan demokrasi dan di sekolah juga anak-anak di doktrin dengan sikap bertentangan dengan tauhid,” ucap aman.
Dalam kasus ini, Oman didakwa menggerakkan orang lain dan merencanakan sejumlah teror di Indonesia, termasuk bom Thamrin 2016. Oman dinilai telah menyebarkan paham yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan objek-objek vital.
Atas perbuatannya, Oman dijerat Pasal 14 jo Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.