Jakarta – Umat Islam di dunia sudah sepatutnya meneladani nilai-nilai dan sikap keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam menjaga perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Teladan itu sangat penting untuk merekatkan keragaman di Indonesia menjadi semangat persatuan agar tidak mudah tercerai berai terutama dari gangguan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
“Meneladani Nabi Muhmamad sangat penting sekali karena banyak ahli ataupun pakar yang telah menulis tentang kebesaran beliau bukan disebabkan karena kekuatan harta bendanya, tahtanya atau bala tentara yang dimilikinya. Tetapi kekuatan terbesar dari Nabi Muhammad itu adalah akhlak, budi pekerti, moralitas, mentalitas, spiritualitas, yang dimiliki beliau itu sangat luar biasa,” ujar Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Syafii Mufid, MA, di Jakarta, Kamis (22/11/2018)
Lebih lanjut Syafii Mufid mengatakan, setelah ditinggalkan oleh kedua orang tua yang wafat lalu kemudian diasuh oleh kakek dan pamannya, Nabi Muhammad bisa tampil sebagai sosok pemuda yang sangat dikagumi oleh bangsa Arab khususnya kaum Qurais dengan mendapatkan gelar dengan sebutan Al Aamin. Yang mana artinya Nabi Muhammad itu adalah orang yang dapat dipercaya yang mana tidak pernah berbohong, kalau berkata perkataannya benar, kalau berjanji selalu tepati janjinya, dan kalau diberi amanat akan tunaikan amanat itu.
“Meskipun tidak sekolah seperti orang zaman sekarang ini, semua megakui kecerdasan Nabi Muhammad itu melampaui semua kecerdasam yang pernah ada di muka bumi ini. Itu digambarkan dalam sejarahnya, dituturkan oleh para penutur, para penyair yang kemudian melahirkan syair-syair yang sangat luar biasa dan itu dibacakan orang pada saat perayaan Maulid Nabi seperti Barzanji,” ujarnya.
Pria yag juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta mengatakan, Nabi Muhammad dalam perjalanan hidupnya ketika di Makkah telah menghadapi berbagai macam cobaan, tantangan, hinaan bahkan ancaman mati. Namun di dalam diri Nabi Muhammad tidak ada rasa sedikit pun untuk memiliki rasa balas dendam kepada mereka-mereka yang pernah mengancamnya.
“Bahkan ketika pindah ke Madinah, Nabi Muhammad bisa bergaul dengan semua orang, baik dengan orang Yahudi, nasrani, para penyembah berhala, kaum musyrikin, kaum munafik dan sebagainya. Namun sikap Rasulullah kepada mereka sungguh sangat luar biasa, beliau bisa hargai semua itu. Beliau ajak semua itu untuk membangun Madinnah, saling mempercayai dibawah sebuah perjanjian damai yang disebut dengan Piagam Madinah,” ujarnya
Lebih lanjut Syafii Mufid menjelaskan, dengan Piagam Madinnah itu Nabi Muhammad mampu menciptakan perdamaian anatar suku dan agama dimana masyarakatnua diajak untuk membangun masjid secara bersama-sama serta membangun pasar agar ekonomi rakyat itu dapat berkembang dengan baik.
“Padahal banyak orang-orang dari Quraisy atau persekutuan-persekutuan orang Arab itu ingin menghancurkan Nabi. Tapi Nabi bertahan, dihadapi dengan penuh kesabaran dan akhirnya satu persatu musuh itu bisa takluk dibawah cinta kasih Rasulullah tanpa ada dendam, tanpa ada apa. Nah akhlak Muhammad yang semacam itulah yang dirindukan orang dan kemudian diperingati dan dirayakan setiap tahun melalui Maulid Nabi ini,” ujar Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.
Memperingati kelahiran Nabi Muhammad merupakan momentum merefleksikan diri umat Islam untuk mengambil spirit dari perjuangannya yang penuh kesantunan, kesederhanan dan kegigihan sehingga mampu menyatukan hati yang tercerai, suku yang terberai, dan persaudaraan yang tercerabut dalam masyarakat padang pasir. Mari umat Islam Indonesia terus meneladani sang Nabi dengan merekatkan semangat persaudaraan dan perdamaian untuk bangsa.
Untuk itu menurutnya, setalha Nabi Muhammad wafat maka umat muslim ini harus selalu mengenang dan menjaga nilai-nilai apa yang pernah dilakukannya. Saat nabi menjalankan Haji Wada atau Haji perpisahan dimana Rasulsudah merassa umurnya sudah dekat, maka Nabi memberikan wasiat wasiat kepada muslimin dan umat manusia. Yang mana wasiaty itu ssinya adalah sungguh sungguh sangat memuliakan harkat martabat manusia seperti tidak boleh saling menumpahkan darah, tidak boleh saling memakan harta tanpa halal, tidak ada dendam, tidak ada kebencian.
“Dimana Nabi meninggalkan dua perkara yang jika dipegang teguh maka tidak akan pernah tersesat selamanya. Yaitu berpegang teguh kepada Al-Quran dan berpegang teguh kepada sunnah Nabi. Nah wasiat ini yang mestinya dipegang teguh dan dijadikan pedoman oleh kaum muslimin,” ujarnya.
Menurutya, manusia itu di dalam dirinya ada hawa nafsu yang dalam dirinya ada keinginan keinginan untuk memiliki yang berlebih, untuk menang, menguasai, merendahkan orang dan sebagainya yang itu disebut dengan nafsu tercela. Nafsu semacam itu sudah ada dan dipertontonkan pada masa anak-anak Adam, dimana Qobil dan Habil berselisih dan kemudian Qubil membunuh Habil.
“Itu adalah manifestasi dari sifat-sifat manusia yang tumbuh dari hawa nafsu yang amarah yang memerintahkan untuk hal-hal yang tidak baik. Agama agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa, sampai dengan Nabi Muhammad, itu semua agama Islam yang datang dari Allah SWT untuk bagaimana cara mengendalikan hawa nafsu. Kehadiran Nabi Muhammad dan kehadiran islam di muka bumi ini tentunya untuk mehgendalikan nafsu yang semacam itu,” kata Peneliti senior di Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama (Kemenag) ini
Oleh karena itu dirinya meminta kepadda seluruh umat muslim bahwa momentum Maulid Nabi Muhammad itu bisa dijadikan sebagai upaya untuk merefleksikan diri dengan mengambil spirit dan perjuangan yang penuh kesantunan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad sehingga mampu menyatukan kita semua agar tidak yang tercerai berai karena berbagai konflik kepentingan.
“Tentunya melalui ucapan ucapan atau kata-kata yang disusun dan manis dalam bentuk Barzanji dan sebagainya Itu adalah syair-syair dalam mengenang kesantunan, kearifan, kemulian. Itulah spirit untuk meneladani Nabi Muhammad melalui diselenggarakannya berbagai peristiwa dan berbagai perayaan Maulid Nabi di kawasan islam pada waktu itu. Dari situlah Maulid itu ada, dan Mauilid itulah yang bisa menyatukan kembali umat setelah terpecah belah, setelah hancur di bawah penaklukan Tartar,”akatanya mengakhiri.