Teladani Pahlawan Untuk Bendung Propaganda Terorisme

Jakarta – Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan pada 10 November untuk mengenang kisah heroik arek-arek Suroboyo saat mengusir penjajah dalam mempertahankan Kemerdekaan RI, 71 tahun lalu. Kisah kepahlawanan itulah hendaknya dijadikan momentum bangsa Indonesia dalam membendung propaganda radikalisme dan terorisme.

“Kita wajib meneladani jiwa patriotis para pahlawan dalam pencegahan terorisme, utamanya dalam membendung propaganda radikalisme. Khususnya buat generasi muda yang menjadi target penyebaran paham kekerasan tersebut,” kata Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatulah Prof. Dr. Bambang Pranowo, MA di Jakarta, Jumat (11/11/2016).

Menanggapi propaganda kelompok radikal yang mengatakan berjihad itu phalawan, Bambang Pranowo menegaskan, agar generasi muda tidak terpancing dengan hal seperti itu. Dalam hal ini, generasi muda Indonesia perlu melakukan kontra dengan memperdalam resolusi jihad yang ditanamkan KH Hasyim Ashari, Bung Tomo, dan Jenderal Soedirman.

“Kemerdekaan negeri ini merupakan hasil jihad para pahlawan yang disemangati oeh ajaran islam. Bukan jihad yang keliru seperti yang dilakukan kelompok radikal tersebut. Jadi salah besar kalau kita malah merusak NKRI ini,” tegas Bambang Pranowo.

Selain itu, kemerdekaan yang telah diperjuangan para pahlawan itu harus dirawat sebaik-baiknya oleh generasi selanjutnya. Menurut Bambang Pranowo, dengan merawat dan mengisi kemerdekaan dengan baik, orang Indonesia juga bisa menjadi pahlawan. Caranya membangun bangsa Indonesia dengan rasa penuh cinta tanah air dalam mewujudkan perdamaian antar sesama.

Selain itu, ia juga menegaskan pemahaman sejarah kepahlawanan juga harus benar-benar ditanamkan kepada masyarakat, baik melalui jalur formal maupun non formal. Untuk genersai muda yang umumnya masih sekolah atau kuliah, lanjut Bambang, jalur pendidikan menjadi jalan terbaik. Salah satunya program pendidikan bela negara harus lebih digalakkan.

“Kalau dulu ada program P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Itu harus digalakkan lagi, apalagi dalam UUD 45 disebutkan bahwa bela negara itu wajib. Tapi pelaksanaannya harus disesuaikan dengan gaya generasi muda,” terang Bambang.

Ia mencontohkan, pelajaran P-4 itu bisa dilakukan melalui pertunjukan seni budaya, olahraga, lomba-lomba dan pertunjukan film-film sejarah perjuangan yang dilakukan pahlawan bangsa masa lalu, seperti film tentang Cut Nyak Dien atau film-film tentang tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan masa lalu.

“Jadi film-film seperti itu harus diputar di depan anak-anak muda. Dengan begitu rasa cinta tanah air dan kebangsaan generasi muda akan lebih kuat dalam membendung masuknya budaya dan propaganda kekerasan,” tutur Bambang Pranowo.

Selain menonton film-film perjuangan, juga harus ada misalnya seperti lomba menulis tentang pahlawan dan sebagainya. Selain itu perlu juga perlu adanya pendidikan agama yang rahmatan lil alamin bahwa agama islam pada dasarnya mengajarkan untuk kedamaian, bukan mengajarkan kekerasan.