Jakarta – Kampus merupakan incaran utama kelompok radikal terorisme dalam melancarkan propaganda untuk merekrut anggota baru. Bahkan dari berbagai survei dan penelitian, banyak kampus di Indonesia yang sudah terkontaminasi radikalisme dan terorisme.
Universitas Pancasila (UP), salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta, sadar betul dengan fakta diatas. Karena itu untuk membendung ‘serangan’ radikalisme dan terorisme itu, UP mulai melakukan upaya nyata dengan membangun Masjid At-Taqwa. Masjid yang berada di dalam lingkungan kapus seluas 2.750 hektar itu diharapkan menjadi masjid percontohan “Masjid Pancasila”.
“Masjid Pancasila” itu diresmikan oleh Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina UP Siswono Yudo Husodo, didampingi Rektor UP Wahono Sumaryono, Kamis (4/10/2018). Mantan Menteri Perumahan Rakyat di era Presiden Soeharto itu berharap, selain untuk beribadah, masjid ini juga digunakan untuk segala kegiatan yang bersifat mendidik dan mengajarkan nilai-nilai Pancasila.
“Di sini semata tidak untuk ibadah. Bisa untuk diskusi dan seminar serta ada day care dimana anak-anak mendapatkan pembinaan keagamaan. Ada kegiatan sosial di samping juga ibadah,” ujar Siswono dikutip dari sindonews.com.
Sebagai perwujudkan nyata nilai-nilai Pancasila, rencananya, juga akan dibangun tempat iabadah lain di lingkungan kampus UP di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan ini. Itu akan dilakukan secara bertahap mulai gereja, vihara, dan pura. Sehingga nantinya dapat terwujud gambaran nilai Pancasila yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
“Berturut akan dibuat sarana ibadah lain karena civitas akademika kita datang dari berbagai agama. Jadi nanti akan dibangun gereja, vihara, dan pura, sehingga kita betul-betul menggambarkan kehidupan yang menghargai seluruh agama yang ada. Sekarang dimulai masjid dulu. Masjid ini dibangun secara gotong- royong, begitu juga harapan untuk tempat ibadah lainnya,” papar Siswono.
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, mengatakan, pihaknya ingin masjid ini menjadi tren setter masjid kampus. Artinya, akan diberdayakan sebuah masjid sebagai pusat pencerahan, dimana ada ada persandingan antara kecerdasan intelektual dengan spiritual.
“Perpaduan antara Iqra dan bismirobbik akan melahirkan umat ideal yang memerlukan keseimbangan dalam pengertian lebih luas. Jadi kami ingin alumni UP apapun agamanya, bisa hidup dengan tuntunan agama. Karena kalau kekayaan intelektual sudah dimiliki tanpa ada tuntutan spiritual nanti ada kelemahan. Ilmu tanpa agama bisa melahirkan monster,” katanya.
Nasaruddin Umar juga memiliki cita-cita jika masjid dijadikan pusat kegiatan maka segala kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi. Dia menceritakan bahwa cara Nabi memberantas ketertinggalaan yaitu menggunakan potensi masjid.
Di Indonesia, kata dia, terdapat sekitar 800.000 masjid yang berada di tengah masyarakat. Hal ini bisa jadi sekretariat pemberdayaan umat yang luar biasa. “Jadi mubazir masjid kalau hanya digunakan salat. Tapi harus digunakan untuk kegiatan ekonomi sosial budaya dan pencerahan,” katanya.