Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin membahas soal penanganan
Islamofobia saat bertemu dengan Grand Syekh Al Azhar Mesir Ahmad
Muhammad Ahmed Al Tayeb di Istana Wapres.
“Tadi berbicara mengenai substansi yang sangat penting mengenai dua
hal. Yang pertama, bagaimana memerangi Islamofobia yang sampai
sekarang gejalanya secara internasional masih terjadi, itu pertama
yang dibicarakan,” kata Staf Khusus (Stafsus) Wapres Bidang Komunikasi
dan Informasi, Masduki Baidlowi di Istana Wapres, Jakarta, Kamis
(11/7).
Wapres dan Grand Syekh, ungkap Masduki, juga berbicara mengenai
pengalaman masing-masing dari dua negara. Dalam hal ini, Al Azhar
sebagai perwakilan dari Islam Moderat di Mesir dan Wapres juga
mempunyai pengalaman sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Dipaparkan banyak hal oleh Wapres mengenai pengalaman-pengalaman
bagaimana Islam Wasathiyah yang berkembang di Indonesia,” ungkap
Masduki.
Ia mengatakan baik Wapres maupun Grand Syekh menyimpulkan bahwa
memerangi Islamofobia itu tidak hanya dilakukan seperti yang selama
ini terjadi, yakni antara satu lembaga dengan lembaga yang lain atau
forum-forum internasional, namun tidak melibatkan banyak kekuatan
politik kenegaraan.
“Sehingga, kalau menurut Grand Syekh Al Azhar itu kalau bisa
melibatkan kekuatan politik kenegaraan, artinya resmi negara, saya
kira akan makin bagus dan makin banyak melibatkan berbagai negara,”
kata Masduki.
Keduanya juga menyepakati agar gerakan Islam Wasathiyah atau moderat
lebih diintensifkan untuk menghalau ancaman ekstremisme
mengatasnamakan Islam.
“Bersepakat bagaimana untuk gerakan Islam Wasathiyah itu atau gerakan
Islam moderat itu dijadikan sebagai gerakan yang lebih intensif dari
berbagai negara,” ujarnya.
Dalam al ini Indonesia dengan pengalamannya diharapkan oleh Grand
Syekh supaya terus menggerakkan ke ranah internasional lebih intensif
lagi. Begitu juga Al Azhar Mesir dan beberapa negara di Timur Tengah
juga akan menggerakkan itu.
Kalau yang Islamofobia itu sifatnya eksternal, sementara kalau Islam
ekstrim sifatnya pemahaman internal Muslim itu bisa dihalau dengan
gerakan yang lebih intensif dari gerakan pemahaman Islam Wasathiyah
atau Islam moderat di tingkat internasional.