Jakarta – Kemajuan informasi teknologi (IT) yang dibarengi dengan sosial media begitu pesat dan tidak dapat terelakkan. Ironisnya, selain membawa dampak positif, kondisi ini justru berimbas negatif dengan dimanfaatkannya internet (dunia maya) oleh kelompok radikal untuk memecah belah persatuan dan membuat gaduh di masyarakat, dengan ujaran kebencian (hate speech), fitnah, berita bohong (hoax).
Prof. Dr. Azyumardi Azra, Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkapkan bahwa gejala adu domba memang ada terutama di media sosial. Itu ditandai dengan banyak sekali hoax yang isinya mengadu domba, memecah belah, menyebar fitnah.
“Saya kira kita semua yang memegang gadget harus hati – hati, kalau ada berita yang ganjil maka jangan serta merta langsung diviralkan, karena jika diviralkan maka akan merusak karena itulah yang diharapkan oleh yang membuat berita adu domba tersebut,” ungkapnya ketika ditemui di Gedung BUMN Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Lebih lanjut Azyumardi mengungkapkan, masyarakat harus dapat mengenali mana berita hoax dan berita adu domba. Misalnya berita yang kita dapatkan tidak pernah ada di media mainstream, maka jangan langsung diterima apalagi langsung diviralkan. Kedua apa yang di beritakan adalah hal yang tidak masuk akal baik itu terhadap pejabat, lembaga maupun institusi tertentu, maka harus dilakukan cek dan ricek. Cek dan ricek dapat dilakukan kepada orang tertentu, karena berita adu domba yang beredar di media sangat berbahaya karena dapat memecah belah antar perorangan, antar kelompok, institusi bahkan antara masyarakat dengan pemerintah.
Menurutnya, berita hoax dan adu domba jika tidak ditangkal maka akan menyebabkan kehancuran suatu peradaban, terlebih jika adu domba tersebut kemudian dibungkus menggunakan ayat dan hadist untuk melakukan pembenaran atas apa yang dilakukan. Karenanya jika terdapat berita adu domba yang dibungkus dengan ayat ataupun hadist maka bertanyalah kepada kiai atau ulama.
“KH. Nazaruddin Umar (Imam besar Masjid Istiqlal), KH. Said Aqil Sirajd (Ketua umum PBNU) ataupun kiai-kiai kampung, merupakan kiai yang mempunyai kedalaman ilmu agama dan merekalah yang mempunyai otoritas terkait penafisran suatu ayat maupun hadist,” kata Azyumardi.
Yang lebih penting, lanjut Azyumardi, dengan semakin derasnya arus informasi yang sulit sekali membedakan mana yang benar dan hoax terlebih dibungkus dengan agama, maka anak-anak muda jaman now harus diberikan pemahaman bagaimana bermedia sosial yang benar dan sehat. Berikan panduan dan parameter sehingga mereka tahu apakah berita tersebut hoax atau adu domba.
Terkait radikalisme dan terorisme, peraih gelar The Commander of the Order of British Empire dari Ratu Elizabeth II ini mengatakan bahwa cara untuk menangkal munculnya radikalisme harus dimulai dari keluarga, terutama dalam memberikan pengertian untuk saling menghormati perbedaan agama, budaya, dan suku yang sangat majemuk. Karena Indonesia memang majemuk dan beragam.
“Itu yang harus ditumbuhkan mulai dari keluarga, lalu ke sekolah, hingga ke masyarakat,” pungkasnya.