Taliban Rebut Kekuasaan di Afghanistan, Densus 88: Bisa Picu Kelompok Radikal di Indonesia

Jakarta – Taliban berhasil merebut kekuasaan dari pemerintah Afghanistan dibawah presiden Ashraf Ghani. Kini, pergolakan tengah terjadi Afghanistan di tengah menunggu apa yang akan dilakukan Taliban setelah berkuasa. Tidak hanya di dalam negeri, dunia internasional juga menunggu kiprah Taliban di Afghanistan, terutama menyangkut masalah terorisme.

Kondisi ini diyakini akan sangat berpengaruh terhadap kelompok-kelompok radikal, khususnya di Indonesia. Hal itu pun diakui oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri. Densus mengungkap adanya dampak terhadap Indonesia dari kemenangan kelompok Taliban setelah menguasai sebagian besar wilayah Afghanistan. Kemenangan Taliban dinilai bisa memicu ketertarikan kelompok-kelompok radikal di Indonesia.

“Afghanistan sudah lama menjadi training ground dan battle ground bagi para foreign teroris fighter, orang Indonesia yang berperang ke luar. Itu Afghanistan sudah lama menjadi training ground, training camp, dan battle ground untuk orang-orang Indonesia yang terbawa atau terpengaruh untuk ikut berjuang ke sana,” ucap Kabag Ban Ops Densus 88 Mabes Polri Kombes Aswin Siregar. Aswin dalam webinar CICSR seperti disiarkan lewat YouTube Sang Khalifah dikutip dari detikcom, Selasa (24/8/2021).

Aswin mengungkapkan, sejumlah kelompok di Indonesia ikut mengirimkan hampir 10 gelombang untuk beraksi di Afghanistan di akhir 1990-an. Ketika itulah, beberapa orang Indonesia yang ikut bergabung ke Afghanistan berlatih hingga membangun jaringan terorisme serta mengumpulkan amunisi.

Kemudian, setelah peperangan di Afghanistan selesai, Aswin menyebut orang-orang Indonesia itu akhirnya kembali ke Indonesia. Ketika itulah, mereka akhirnya membawa semua yang dipelajari dari Afghanistan hingga berujung pada beberapa peristiwa teror di Indonesia.

“Setelah perang di sana selesai, kamp ditutup, seperti tadi saya contohkan Ali Imron mungkin gelombang terakhir. Pulang ke sini sekitar tahun 1990-an, kemudian tidak lama setelah pulang mulailah ada aksi aksi teror yang dilakukan oleh returnist dari Afghanistan itu,” ucapnya.

“Di sana sudah terjadi proses bermacam-macam ya, brainwash ideologi, pembangunan strategi, kemudian pembelokan tujuan atau cita-cita yang tadinya selamatkan sesama muslim sekarang jadi ingin membangun Daulah Islamiyah pulang ke Indonesia, ini sudah terjadi di sana. Kalau kita lihat beberapa peristiwa yang menjadi penyerangan dari JII adalah bom malam Natal tahun 2000, keterlibatan konflik di Ambon dan Poso, Bom Bali 1 & 2, Hotel JW Marriott, bom Kedubes Australia, dan kemudian Rich Carlton 2009,” sambungnya.

Atas siklus itulah, Aswin berpendapat kemenangan Taliban di Afghanistan beberapa bulan terakhir bisa berdampak pada Indonesia. Menurutnya, kelompok-kelompok radikal, khususnya para mantan teroris, di Indonesia bisa tertarik kembali dengan kemenangan tersebut.

“Dampak kemenangan Taliban di Afghanistan tentu ini akan menarik, kelompok radikal di Indonesia, terutama mantan-mantan teroris, foreign terrorist fighter yang seluruh dunia akan berangkat ke Afghanistan. Ini yang saya bilang siklus ya, kalau dapat saya gambarkan seperti ini,” ujarnya.

Aswin menyebut ada potensi kejadian di masa lalu akan terulang jika konflik kembali pecah di Afghanistan. Menurutnya, akan ada banyak orang yang berangkat ke Afghanistan dan ketika kembali akan membawa semua yang didapatkan untuk memberikan teror di negara asal.

“Ada konflik di Afghanistan beberapa puluh tahun lalu, menyebabkan datangnya berbondong-bondong orang untuk ikut berjuang di sana dengan tujuan yang tiga tadi saya sebutkan, sebagai training ground, sebagai network, dan sebagai sumber logistik mereka. Kemudian, selesai di sana, pulang. Tidak lama setelah pulang, beraksi di tempat mereka berada,” jelasnya.

“Mungkin analisis pakar lebih tepat gambarkan apakah akan terjadi konflik atau tidak di sana dalam kurun waktu dekat ini, kalau terjadi konflik, saya misalnya, apakah sejarah akan terulang? Terjadi konflik di sana, banyak orang berangkat, banyak network terbangun, logistik melimpah ruah, pulang kembali ke negara asal kemudian membawa battle ground ke negara asal mereka,” papar Aswin.