Jakarta – Dalam menjalankan program Deradikalisasi bagi para narapidana kasus terorisme dan mantan narapidana kasus terorisme beserta keluarga dan jaringannya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tentunya tidak bekerja sendirian. BNPT juga melibatkan stakeholder tekait lainnya dalam menjalankan program tersebut
“Kami BNPT tidak bisa bekerja sendiri. Kita bergantung juga bersama Muhammadiyah, NU (Nahdatul Ulama), ormas-ormas, termasuk juga psikolog. Tidak bisa kami kalau tanpa bantuan Kementerian terkait dan juga masyarakat pada umumnya,” ucap Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, dalam jumpa persnya di kantor BNPT Jakarta, Jumat (7/2/2020) siang
Hal ini dikatakan Kepala BNPT dalam jumpa persnya untuk meluruskan terkait informasi berita di berbagai media massa yang simpang siur selama ini terkait rencana pemerintah yang akan memulangkan 600 lebih WNI eks. ISIS dari Suriah. Dimana atas banyaknya informasi berita yang penjelasannya kurang utuh tersebut telah membuat masyarakat menjadi resah. Di dalam kesempatan tersebut Kepala BNPT juga menjelaskan program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT selama ini.
Namun demikian menurut Kepala BNPT, tentu tidak mudah menjalankan program deradikalisasi bagi para teroris, mantan teroris dan juga keluarganya termasuk terhadap WNI yang pernah pulang dari Suriah. Kepala BNPT mencontohkan seperti di tahun 2017 lalu dimana BNPT mengembalikan sebanyak 18 orang WNI dari Suriah.
Dimana sebelumnya mereka sudah selama 18 bulan di daerah Raqqah, Suriah. Dari situ yang laki-laki langsung menjalani proses hukum dan sekarang masih menjalani pidananya. Sementara yang wanita dan anak-anak mengikuti program deradikalisasi, termasuk yang salah satunya seorang anak yang saat berada di Suriah hanya mengikuti tahap pelatihan saja dan belum sampai pada tahap lebih lanjut seperti sebagai fighter atau kombatan.
“Anak itu sekarang masih menjadi binaan BNPT. Itu saja butuh waktu tiga tahun dari 2017-2020 ini masih baru bisa beradaptasi. Bayangkan tingkat kesulitannya untuk mereduksi dan menghilangkan traumatis itu. tentunya itu perlu menjadi pemikiran kita semuanya. Sementara yang lainnya sekarang ini sudah menjadi mitra BNPT untuk bersama-sama menyuarakan pengalaman (buruk) yang dialaminya selama di Suriah,” kata mantan Kabareskrim Polri tersebut
Sebelumnya di tahun yang sama pihaknya bersama Kementerian Sosial (Kemensos) yang saat itu menterinya masih dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa juga sudah pernah menampung sebanyak 75 orang yang di deportasi dari perbatasan Turki sebelum mereka masuk ke Suriah.
Yang mana diantaranya ada yang sekeluarga tiga generasi juga ikut serta ke Suriah. Kemudian ke-75 orang tersebut dimasukkan ke Panti Sosial milik Kemensos untuk mengikuti program deradikalisasi selama satu bulan.
“Yang menjadi pertanyaan, orang menjadi radikal itu bukan dalam hitungan bulan. Tapi dia bisa tahunan terinspirasi, terpengaruh dan sebagainya. Siapa yang bisa menjamin juga dalam sebulan mereka bisa kembali menjadi lebih baik,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini
Dan para teroris yang menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) itu pun juga mendapatkan program deradikalisasi. Namun demikian program tersebut dilakukan secara sukarela, karena tidak semua teroris itu mau untuk mengikuti program deradikalsasi tersebut. Kalaupun ada yang ikut penanganannya juga berbeda-beda.
“Beda-beda. Kita cluster kan, apakah masuk kelompok hardcore atau inti, militan, supoter atau simpatisan. Treatmetnnya beda-beda, ulama yang kita kirim untuk menanganinya pun juga beda-beda. Jadi bukan BNPT sendirian yang menangani deradikalisasi itu. Persepsi ini yang harus diluruskan. Kami ini bergantung semua kepada yang lain, kami ini koordinatornya dalam masalah terorisme ini. Ada tim assement yang menangani masing-masing orang tersebut,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.