Bogor – Paham radikal dan terorisme yang menghalalkan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan rupanya tidak hanya disebarkan melalui media dan ceramah-ceramah langsung di dalam negeri. Kelompok radikal itu juga menyasar para WNI yang tinggal di luar negeri, baik yang sedang menuntut ilmu maupun yang bekerja di luar negeri (TKI). Kisah penangkapan Carsim, TKI Indonesia, oleh orotitas Korea Selatan lantaran terlibat dalam gerakan radikal yang berafiliasi dengan kelompok teroris ISIS merupakan bukti bahwa radikalisasi telah mulai menyasar para TKI di luar negeri.
Tidak ingin hal ini terus berlanjut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama BNP2TKI melakukan kunjungan ke Korea Selatan guna bertemu dan berdialog langsung dengan para tenaga kerja Indonesia yang tinggal di sana. Dikatakan oleh Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Pol. Herwan Chaidir, kunjungan yang dilakukan pada 29 April lalu ini dimaksukan untuk melakukan pencegahan sekaligus perlindungan terhadap TKI agar tidak terpengaruh radikalisme.
“Awal tahun ini ada 8 TKI yang terlibat gerakan radikal yang berafiliasi dengan kelompok ISIS, satu orang sudah dideportasi, 3 orang ditangkap, dan 4 orang lainnya sedang dalam proses penyelidikan,” jelasnya saat di temui di ruang kerjanya belum lama ini.
Korea Selatan diakuinya menjadi salah satu tujuan favorit tenaga kerja Indonesia untuk mengadu nasib, jumlah TKI yang ada di Busan saja hingga kini telah mencapai angka 7000 orang. Sebuah jumlah yang sangat fantastis. Di negeri gingseng ini pula terdapat sekitar 40 masjid dan musholla yang biasa digunakan oleh Komunitas Muslim Indonesia (KMI) untuk berkumpul dan melakukan kegiatan keagamaan secara bersama-sama.
Namun justru masjid-masjid ini yang mulai dijadikan sasaran penyebaran paham radikal dan terorisme, hal itu diakui oleh Herwan. Menurutnya, pengamatan yang dilakukan oleh tim penelusuran dan pendalaman informasi terkait WNI/TKI yang diduga terlibat dalam Foreign Terrorist fighters (FTF) di Korsel menunjukkan bahwa terdapat sekelompok kecil WNI yang diduga menganut paham radikal dan melakukan aktifitas secara berpindah-pindah dari satu komunitas masjid ke komunitas masjid lainnya, yang biasanya dilakukan di akhir pekan.
Karenanya dalam kunjungan ini Direktur Perlindungan BNPT mengajak para WNI/TKI untuk tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham yang berisi ajakan untuk berbuat kejahatan dan makar terhadap NKRI. “Kita juga meminta agar mereka (WNI/TKI, red) tidak percaya begitu saja pada orang-orang yang membawa pesan agama, harus diketahui dulu siapa dia, apakah ustadz betulan atau bukan,” jelasnya.
Herwan mengakui, WNI/TKI yang tinggal di luar negeri telah menjadi incaran kelompok radikal. Hal ini lantaran para TKI khususnya, memiliki uang yang banyak. Sementara di sisi lain pengetahuan mereka tentang agama tidak begitu baik, sehingga radikalisme berkedok agama sangat mudah masuk dan menjangkiti mereka.
“Kebanyak TKI tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang agama, padahal mereka sangat butuh agama. Nah, di sinilah mereka (kelompok radikal, red) masuk. Lewat internet dan ceramah langsung, Mereka berusaha membangkitkan Impian Negara Islam, termasuk pula paham ISIS,” jelasnya lagi.
Ia pun menghimbau agar para WNI/TKI aktif melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pihak KBRI jika menemukan hal-hal yang mencurigakan, utamanya terkait dengan radikalisme dan terorisme. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat segera melakukan tindakan.
Hadir pula dalam kunjungan ini antara lain; kepala BNP2TKI, Nusron Wahid., Perwakilan PBNU di Korea Selatan, KH. Ah Nadhif., Kepala Indonesia Trade Promotion Centre, Indra Wijayanto., beberapa staf perwakilan KBRI di Korea Selatan, serta beberapa tamu undangan lainnya.