Tak Ada Payung Hukum, Polri Tak Bisa Tindak FTF

Jakarta – Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto sangat menyayangkan dengan mundurnya pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme oleh DPR RI sampai Desember mendatang. Revisi UU Terorisme awalnya ditargetkan rampung pada Oktober ini dan memuat aturan tentang pencegahan terorisme.

Dikatakan, Akibat penundaan itu, Polri tidak bisa menindak WNI yang bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang ke Indonesia karena tidak ada payung hukumnya. Hal itu membuat para foreign terrorist fighter (FTF) itu bisa seenaknya kembali tanpa dikenai sanksi hukum. Jika ini terus berlanjut, akan membuat benih-benih terorisme akan tumbuh subur di Indonesia.

Saat ini sudah ada 84 orang WNI yang kembali ke Tanah Air. Dari 84 WNI yang kembali dari Irak dan Suriah tercatat 68 orang merupakan pria, sementara 16 orang adalah perempuan. Data itu, diterima Densus 88 dari intelijen sejak 18 September 2017. Kedatangan mereka hanya bisa didata tanpa dikenai sanksi hukum karena para FTF ini terlibat aksi teror di luar negeri, bukan di dalam negeri.

“Tidak ada payung hukum yang bisa digunakan untuk menindak mereka. Kalau mau ditindak, dasarnya apa? Mereka belum melakukan kegiatan terorisme di Indonesia kan, kan belum ada undang-undangnya. Sedangkan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum selesai dibahas oleh DPR RI,” jelas Irjen Setyo Wasisto dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (20/9/2017)

Dijelaskan, jumlah WNI yang masih ada di Irak dan Suriah tercatat sebanyak 343 orang dengan rincian 239 pria dan 104 wanita. Sementara jumlah anak-anak ada 99 orang, terdiri dari 59 pria, dan 40 perempuan. Jumlah total anak dan dewasa mencapai 442. Jumlah ini di luar jumlah WNI yang tewas di dua negara basis ISIS itu, sebanyak 95 pria dan 2 perempuan. Ada juga kabar yang belum teridentifikasi, yakni ada 129 pria dan 1 orang perempuan. Sedangkan anak-anak yang belum teridentifikasi ada 2 orang.

“Jadi total seluruhnya, baik yang hidup, tewas, dan belum teridentifikasi, pria ada 524 dan wanita 147. Jumlah seluruhnya 671 untuk Suriah dan Irak. Sementara itu, ada 76 orang pria dan 29 perempuan Indonesia yang akan masuk Suriah dan Irak tapi bisa dicegah. Ada pula warga Indonesia yang sudah sempat berangkat namun dideportasi dari Turki, Malaysia, Singapura. Jumlahnya, 354 orang terdiri dari 310 pria dan 224 perempuan,” jelasnya.

Juga ada 66 orang yang terdiri dari 34 pria dan 33 perempuan Indonesia yang digagalkan berangkat ke Suriah dari Tanah Air. Sementara Warga negara asing yang mencoba berangkat ke Suriah dan Irak dari Indonesia namun digagalkan ada 3 orang pria. Data itu juga membeberkan, ada 15 pria FTF yang masuk ke Indonesia. Total warga negara Indonesia dan warga negara asing yang terkait FTF di Indonesia ada 1.478 orang.

Apa yang dipaparkan Irjen Setyo Wasisto merupakan data dari Densus 88 dari hasil penyelidikan. Tidak hanya ke Irak dan Suriah. Ada pula WNI yang terlibat gerakan Abu Sayyaf di Filipina sebanyak 13 orang yang terdiri dari 12 pria dan satu perempuan. Sementara WNI yang dikembalikan dari Filipina ada 6 orang yang terdiri dari 5 pria dan satu perempuan. Ada juga 6 WNI, semuanya pria, yang tewas di sana. Sedangkan warga Indonesia yang dideportasi Filipina berjumlah 9 orang, semuanya pria.